Senin, 25 September 2017

Bos

Kamu itu, seperti aroma hujan yang menyentuh tanah untuk pertama kali setelah kemarau panjang,
Kau memberi harum yang khas.

Dan hujan pagi ini mengingatkanku pada seseorang, yaitu kamu, siapa lagi? Kamu tau takkan ada yang mampu melukis senyum di wajahku selain kamu. Dan jika suatu saat nanti aku selalu dan terlalu senyum itu juga pasti karena kamu. Kau bisa buatku gila, tau gak sih?

Di luar hujan semakin menjadi petir seperti sedang sesumbar pada kemarau kemarin. Ketika ku lihat seseorang membelah deras hujan dan memunggut beberapa sampah di selokan yang mampet. Orang yang sama. Orang yang entah darimana asalnya. Ia setiap pagi, tepat jam 5 pagi datang ke sini membawa karung besar dan memungut sampah-sampah.

Tetanggaku bilang ia adalah pemulung dan aku tak percaya, ia memungut sampah yang tak pernah diinginkan siapapun bahkan pemulung.

Hujan sudah meninggalkan tempat kami 5 menit yang lalu. Hanya menyisakan aliran kecil di selokan yang tak lagi mampet dan genangan air di beberapa lubang jalan. Jam 7 dan aku harus bekerja.

Pabrik pengolahan jagung baru saja diresmikan di kampung kami. Konon pabrik itu milik seorang pengusaha lokal. Ia membeli tanah kami dengan harga yang pantas dan berjanji untuk memperkerjakan kami di sana. Kehidupan pun lebih menjadi lebih untuk kami. Tak ada lagi yang perlu pergi jauh-jauh ke luar negri atau ke luar daerah hanya untuk mendulang rupiah. Gaji kami lebih dari cukup.

Pak David, mandor kami, ia lebih mementingkan kesejahteraan anak buahnya dari pada perut dan egonya. kontras dengan mandor tempatku bekerja dulu. Aku hanya berharap ia mendapat hidayah atas perlakuannya pada kami dulu.

Pernah suatu hari aku ngobrol dengannya saat ia mentraktirku ngopi di waktu istirahat.

"Bapak, baik sekali pada kami. Terima kasih pak." Kataku suatu hari.

"Itu karena bos kita yang memberi contoh."

"Saya kok gak pernah melihat si bos ya pak? Apa ia tak pernah berkunjung ke sini?"

"Ya, beliau selalu di sini kok. Hanya saja beliau suka dipandang sebagai orang biasa. Sederhana."

"Yang mana orangnya?"

"Nanti juga kau tau, dul."

Hari-hari selanjutnya aku tenggelam dalam rasa penasaran. Siapa si bos? Apa pak david? Rasa penasaran akhirnya terjawab saat aku mengantarkan kertas laporan pak David yang tertinggal di ruang mesin, sebuah foto besar terpampang di dinding sebuah ruangan ber-AC. Ruang kerja si bos. Aku tersentak. Si bos?

....

Desember sudah hampir habis. Televisi sudah menayangkan jadwal konser menyambut tahun baru. Pagi itu hujan mengunjungi kami. Saat ku lihat lagi seorang membelah hujan  dan memungut sampah di selokan yang mampet.

Aku meloncat keluar ikut membelah hujan. Menghampiri orang itu membantunya memungut sampah-sampah yang menyumbat.

Orang itu memandangku,
"Terima kasih mas." Teriaknya untuk mengalahkan bising hujan dan aliran air di selokan.

"Tak perlu berterima kasih, bos. Naikkan saja gaji kami..." Kataku.

Ia memandangku sejenak kemudian tertawa dan menepuk pundakku.

Dan aku ikut tertawa.

Santiagomufc
23 September 17
....
Ini semua hanya fiktif kecuali di salah satu paragraf.

Selasa, 12 September 2017

Setangkai bibir pucat dengan kelopak senyum yang indah

Pernahkah kau lelah pada hidup? kau berharap bahwa malaikat maut datang dan menjemputmu tanpa rasa sakit.
Ketika orang-orang memandikanmu mereka terkagum, kau mati dan bibirmu yang memucat meninggalkan sesungging senyum nan indah.
Betapa sempurnanya.

Darmaji, Lelaki tua itu hanya berharap ia menemukan kematian yang selalu ia harapkan sejak dulu. Bukan di atas kasur setelah berbulan-bulan sakit.
Bukan pula ketika usianya terlalu tua dan pikun sehingga ia lupa cara buang air yang benar.
Ia berharap kematian datang ketika sedang sujud dalam sholatnya atau ketika ia perang membela agamanya, negara atau keluarganya.

Lihatlah tubuhnya yang ringkih dan kulitnya yang keriput. Luka-luka bekas sayatan belati itu selalu terlihat ketika ia membuka bajunya. Di dada, bahu dan punggung. Setiap bekas luka yang ada memberikan cerita betapa maut tak pernah menginginkannya.

Ia tak tidur malam ini. Ia mengenang masa-masa itu. Tentang Luka di punggung dan bahunya yang ia dapat puluhan tahun silam. Ketika itu ia masih sangat muda. Ia ingat islam baru menjamah kampungnya. Seorang kiai yang datang dari kampung jauh dan diam-diam Mendakwahkannya. Merekrut satu persatu pemuda di sana, ia adalah salah satunya.

Orang-orang Kampung yang dulunya sering mabuk-mabukan dan berjudi perlahan berkurang. Kepala kampung yang juga pemilik warung miras akhirnya mengendus adanya praktek gelap sang kiai. Ia membayar beberapa pemuda dari kampung sebelah. Ia tak mau tau, kiai dan para pengikutnya harus mati.

Pemuda-pemuda bayaran itu menggerebek gubuk sang kiai yang ketika itu ia dan lima santrinya sedang mengaji. Supardin ada di sana. Ia masih ingat pemuda-pemuda itu ngamuk.

Mereka mengayunkan parang secara acak seperti membabat semak belukar. Salah satu santri terkapar setelah satu sabetan parang mengenai lehernya. Kiai juga tumbang disusul santri-santri lainnya. Supardin masih berdiri, ia menggengam balok kayu. Ia dikepung tapi ia siap mati. Ia memutar-mutar balok kayu itu. Pemuda-pemuda itu tertawa.

"Jagoan terakhir, hah?"

"Bunuh!"

Satu dua sabetan berhasil ia hindari hingga satu sabetan telak di punggungnya dan bahunya membuat ia terkapar.

"Habisi, Ron."

Seorang pemuda mengangkat parangnya, hendak memotong leher Darmaji tapi orang-orang datang bergerombol. Pemuda-pemuda itu berhasil kabur meninggalkan Darmaji yang sekarat dan kawan-kawan santrinya juga kiai yang sudah tak bernyawa.

Darmaji selalu mengingat kejadian itu. Betapa beruntungnya mereka. Mereka mungkin sudah bahagia di surga. Sedangkan ia harus hidup menelan sedikit demi sedikit masa tua yang pahit di dunia yang semakin amburadul ini.

Dan luka sayatan di dada itu juga sebuah kisah lama. Hampir saja ia mengenang masa-masa itu tapi adzan subuh terdengar sejuk berkumandang. Segera ia bangkit membasuh wajah, tangan kepala dan kakinya dengan wudlu.

Ia telah melewati banyak subuh subuh yang indah, tapi tak pernah ia temui subuh seperti ini. Berbeda. Dadanya berdebar, seperti seorang pemuda yang akan ijab qabul. Ia memandang langit dan bintang tak pernah seramai dan seindah ini.

Masjid hampir penuh, seperti sholat hari jumat. Tak seperti subuh biasanya yang hanya mentok dua shaf itupun berisi orang-orang lanjut usia. Tapi subuh ini anak-anak muda ikut berjamaah.

Imam membaca surat yang cukup panjang tapi kakinya tak gemetar juga tak terasa linu. Mungkin shubuh terpanjang yang pernah ia temui tapi ia tak pernah merasakan subuh sedamai hari itu.

Sepulang sholat ia melihat rumah kecilnya sudah dikerumuni puluhan bahkan ratusan orang. Ia berlari membela kerumunan dan ia terkejut melihat seorang terbaring dengan bibir pucat dengan sesungging senyum nan indah.

Itu dia.

12 09 17
Santiagomufc

Senin, 11 September 2017

Membunuh mandor 2

Mata Bagong merah api. Giginya gemeletuk. Kembali ia cengkram botol berisi towak itu. Tegukan terakhir, ia kembali mengumpat. Seisi warung hanya diam, sudah biasa. Toh, Mereka semua di sana sama-sama mabuk. Tempat bagi mereka yang kalah pada ganasnya dunia.

Tubuh Bagong semakin ringkih. Tahun berganti dan tubuhnya semakin dimakan waktu. kontras dengan julukannya si Bagong. Dulu sebelum ia bekerja di pabrik itu tubuhnya gemuk, bahkan terlalu gemuk. Tapi tuntutan kerja dan kediktatoran atasannya menggerus habis tubuhnya. Setelah apa yang dilakukannya bertahun-tahun untuk pabrik itu dan atasannya,hanya pemecatan dan hinaan yang akhirnya ia terima.

Belum puas ia habiskan umpatan-umpatan itu di warung. ia muntahkan amarahnya di medsos. Di sana ia menemukan banyak dukungan. Ratusan like dan komentar yang ikut mengumpat. Ia merasa menang, membuat hatinya sedikit lega.

Tiba-tiba satu komen yang kembali membuat ia naik darah.

"K**t*l kau gong, temui aku dan kita fight." Bunyi komentar itu. Atasannya. Atasan yang memperlakukannya seperti anjing  dan membuangnya seperti sampah.

Ia lempar hapenya pada sebuah dinding. Pecah. Ia pungut kembali kepingannya. Ia menyesal, itu hape istrinya. Bisa mampus ia nanti.

Ini semua gara-gara anjing yang memecatnya itu. Ia akar dari semua masalah yang menimpanya. Atasannya itu harus mati. Ia tau harus menemui siapa.

🎃

"Kau tau berapa harga yang harus kau bayar?". Tanya laki-laki kurus yang duduk di hadapan Bagong.

Laki-laki kurus itu terkenal dengan nama jek. Pembunuh bayaran yang tak pernah  gagal sekalipun. Di sampingnya berdiri 2 bodyguard berbadan besar.

"Untuk saat ini saya tidak ada uang yang cukup. Sementara ambil motor saya sisanya akan saya bayar setelah orang itu benar-benar telah mati." Kata Bagong.

Jek, memandang Bagong sejenak. Menghisap cerutunya dan tertawa.

"Hahaha... Temui preman jalanan, berikan motormu dan suruh mereka melakukan tugas itu. Ini bukan tempatmu, njing."

"Aku punya sepetak tanah. Bantulah saya." Bagong menyodorkan selembar foto, foto atasannya.

"Ia pantas mati. Tolonglah kita sama-sama pribumi"lanjut Bagong memelas.

"Ini mandormu?"

"I.. iya bos. Bagaimana si bos tau?"

"Dia baru saja menemuiku di sini, membayar kami dengan harga yang pantas untuk kepalamu." Ujar Jek. Ia bangkit. Menghampiri Bagong diikuti kedua bodyguardnya.

Bagong melangkah mundur. Mendekati pintu keluar.
"A..ampun.. s.. sa..saya akan membayar kalian lebih."

Salah satu bodyguard dengan cepat mengunci pintu.

bodyguard yang satunya memegang kedua tangan kurus si Bagong. Mencengkram kepalanya dan menghantamkannya ke lantai. Mereka bergantian menginjak-injak kepala si Bagong. Bagong tak berkutik. Kini ia sempurna seperti sampah terkulai bersimbah darah.

Bagong mencoba bangun di sisa kesadarannya, tapi terkapar lagi. Samar ia melihat seseorang berkulit putih melangkah dan berdiri tepat di atas kepalanya. Seseorang yang paling ia benci.

Orang itu tersenyum membuka resleting celananya. Air beraroma Pesing kemudian mengucur deras di wajah Bagong. Air itu bercecer di lantai bercampur darah segar.

"k*n**l kau gong."katanya.

Diikuti satu tendangan telak ke wajah Bagong, dunia sudah berakhir untuknya.

..

Santiagomufc,
110917

Jumat, 08 September 2017

You are yesterday

Kau adalah kemarin,
Masa yang pernah menuliskan cerita tentang aku, kau dan manisnya rasa pahit kehidupan.

Kau adalah kemarin,
Dan dia adalah hari ini,
Aku tak melupakanmu,
Hanya pura-pura tak mengingatmu.
Karena aku harus hidup
Dan hari ini adalah tempatku.

Yang ku tau soal kemarin,
Seharusnya ia tak pernah kembali.
Tapi lagu-lagu yang pernah kita dengar dan kita nyanyikan bersama membawamu kembali.

Ingatkah kau
Saat dimana kemiskinan membuat kita lapar?
Siang itu kita tertawa, aku, kau, nasi putih, garam dan lagu kesukaan kita terdengar mendayu-dayu dari radio.
Manis bukan?

Ingatkah kau pada kopi buatanmu?
Kopi yang seharusnya terasa asin jadi terasa manis karena candamu.
Hei, masihkah kau lupa bagaimana bentuk gula?

Ingatkah kau?
Saat kau muntah-muntah,
aku panik dan aku pucat,
Dan kau bilang
"Aku hamil."
Aku memelukmu dan kau muntah di dadaku.
Kita tertawa
Betapa manisnya.

Ingatkah kau?
Saat mereka memaksaku untuk memilih antara kau dan malaikat kecil kita.
Dan kau katakan,
"Jaga malaikat kecil kita"
Tapi mereka salah dan akhirnya kematian menjemput kalian berdua.
Aku tahu, Allah lebih mencintai kalian.

Jika kau tau rasanya kehilangan kau takkan pernah ingin memiliki dan mencintai siapapun. Andai bisa memilih.

Karena sendiri itu takkan pernah sesakit mencintai dan kematian merenggut mereka.

hari ini dia bertanya padaku.
Dan....
"Aku tak bisa." Jawabku

Bukan karena aku tak mencintaimu,
Tapi karena aku tak ingin kehilangan hari ini seperti aku kehilangan kemarin.

Santiagomufc
9 9 17
...

Senin, 28 Agustus 2017

Senyum termanis di dunia

Pagi yang selalu abu-abu dan pudar. Padahal langit selalu berwarna biru dan mentari membawa kabar bahwa hari ini mendung takkan menggendong hujan yang akan mengganggu rutinitas bisnis di pasar itu.

Lihat kang dol si bakul ayam, pagi-pagi ia sudah berteriak-teriak. Ia suka marah, apalagi kalau ada yang menawar ayamnya murah bisa meledak amarahnya. Tapi jika ada yang menjual ayam padanya ia menawar seharga krupuk. Ia selalu menemukan poin minus pada ayam yang ditawarkan padanya. Ia menghasilkan uang lumayan dari bisnisnya itu.

Lihat juga beberapa tukang ojek yang berwajah kusut. Sejak kehadiran becak motor pendapatan mereka berkurang drastis. Hanya satu dua penumpang yang butuh jasa mereka jika jarak tempuhnya terlalu jauh.

Lihat juga tukang-tukang parkir itu. Mereka selalu mengajarkan banyak tentang kehidupan ini.
"Seberapapun banyak motor yang mereka parkir mereka selalu rela jika motor-motor itu diambil karena sesungguhnya semua itu hanya titipan semata. Ahh...

Dan jangan lupakan tukang bakso ganteng dan berotot itu. Sejak pagi ia sudah ada di sana. Pada hari-hari biasa baksonya habis setelah nduhur. Tapi pada hari kliwon baksonya habis satu jam sebelum adzan Dzuhur berkumandang. Tukang bakso itu adalah aku.

Semua aktivitas kami yang selalu hambar itu akan berhenti selama beberapa saat ketika seorang gadis  dengan senyum termanis di dunia itu datang untuk memarkir motornya. Diana namanya, ia karyawati bank yang tak jauh dari pasar. Kami akan memandangnya hingga tubuhnya hilang di balik pintu kaca kantornya.

Kau tau kawan, aku menyukainya. Bukan sekedar suka, aku mencintainya dengan sangat.

Banyak bincang-bincang soal Diana. Pernah aku bertanya pada salah satu rekannya yang saat itu makan bakso di warungku. Perihal suami idaman Diana.

"Sholeh, pekerja keras dan bertanggung jawab." Katanya.

Wah itu aku banget, pikirku.

"Mapan dan yang jelas bukan pedagang bakso haha." Lanjutnya

-Fak- saat membayar aku memberinya harga 2 kali lipat. Kapok.

..

"Kesukaan Diana? Eh, nonton film, oh mungkin makan rujak atau mungkin baca. Ya baca, saya sering melihatnya membaca di waktu senggang. Jadi bakso hari  ini gratis kah?" Kata seorang satpam di bank suatu hari ketika aku tanya tetang kesukaan Diana. Aku berjanji memberinya 2 mangkok bakso gratis.

Dan hari itu aku mulai mencari buku-buku untuk Diana. semoga ia suka. Di daerah kami mencari buku bagus tak semudah mencari kesalahan orang lain (-aha-). Bukan karena buku itu tak ada tapi karena toko bukunya belum dibangun. Toko-toko berjejer semakin hari semakin banyak tapi tak satupun yang menjual buku. Sedih sekali. Mereka kebanyakan menjual baju, hp dan makanan.

Pada akhirnya ku temukan satu toko buku kecil. Setelah membongkar isi toko akhirnya aku menemukan sebuah buku, Men are from mars and women are from venus karya
John Gray, PH.D.

Keesokan harinya aku sudah berdiri di depan bank. Menunggunya. Hati bergetar, jantung berdentum, kaki gemetar dan tubuh kuyup oleh hujan keringat.

"Dia pasti suka bro. Jika bukumu di terima itu kode yang baik. Itu berarti dua mangkok bakso gratis." Ujar satpam, mengacungkan jempol dan menggerak-gerakkan kedua alisnya.

Aku hanya gemetar. Ia pun datang dan mungkin sebentar lagi aku pingsan.

Aku menghampirinya dan langsung saja kuberikan buku itu padanya. Sesaat ia memandangku aneh kemudian ia mengambil sesuatu dari tasnya.

Ia ulurkan tangannya dan memberiku uang. Uang?

"Bu.. bukan mbak. Ini buat mbak. Bukunya."

"Oh.." Ia membaca sampul belakangnya sejenak.

"Buku yang bagus. Makasih mas."

"Thoyib. Namaku thoyib."

"Oh makasih. makasih mas Toyep." Ia tersenyum dan berlalu. Mataku bersamanya hingga ia lenyap di balik pintu kaca.

Ia tadi tersenyum. Sebuah senyum termanis di dunia. Pagi seketika memiliki bunga dan warna.

Dan aku ingin menyanyi, dil ne ye ka ha he dil se...

Kang dol si bakul ayam, tukang ojek, tukang parkir, tukang bentor dan satpam mereka menari bersamaku. Gerakan seirama layaknya orang india..

Oh yeah..

Santiagomufc
28 Agustus 17.

....

Sabtu, 26 Agustus 2017

Aku dan kambing-kambing yang memanggilku bos

Jadi 1 Dzulhijjah jatuh pada hari apa?
Hari kurban jatuh pada hari apa?

Aku bertanya pada beberapa kawan. Ada menjawab 1 September dan banyak yang menjawab tidak tau.

Aku belum membeli kambing, kataku dan mereka tertawa.

Gajimu piro, kata mereka.
...

Kendaraan roda empat berhenti memanjang ratusan meter ke belakang. Aku ingat di depan sana sedang ada karnaval.

13 tahun mengendarai motor, mencari ruang kosong untuk meliuk-meliuk dan menerobos macet bukan hal yang sulit.

Dan aku berhenti tepat di depan sebuah Pom bensin. Bukan karena tak lagi mampu untuk menerobos macet tapi karena aku melihat beberapa domba gemuk yang tertawa cekikikan dan memintaku untuk berhenti. Mereka ngobrol di sebuah lahan yang agak luas di sisi jalan. Pemandangan khas menjelang hari raya kurban.

Mereka nampak bahagia untuk hewan yang seminggu lagi akan disembelih.

"Belilah kami bos." Ujar salah satu dari mereka, seekor domba jantan yang paling gemuk.

"Kami akan menjadi kendaraan si bos di akhirat nanti." Sahut kambing etawa, jenggotnya panjang juga telinganya.

"Di hari kiamat  kelak kami akan datang dengan membawa tanduk, bulu dan kuku kami. Kami Akan menjadi saksi di sana kelak."

Aku menggaruk pantat. Benarkah? Bagaimana mereka tau? Aku sama sekali tak tau. Aku hanya tau bahwa setiap langkah kaki orang yang akan membeli binatang kurban akan di hitung 10 kali kebaikan, dihilangkan 10 kali keburukan dan dinaikkan 10 kali derajat. Dan tawar menawar dalam membelinya akan dihitung sebagai tasbih.

Baiklah, aku mencari pemilik kambing-kambing itu karena aku ingat siang ini aku baru saja mendapatkan gaji.

"Mas, berapa kambing yang itu?" Aku menunjuk kambing yang paling mungil.

" 2,3 lah bos."

"Kurangin lah mas."

"2,1 lah, bos."

Aku merogoh saku celanaku dan aku hanya menemukan 4 lembar uang berwarna merah.

"Nabung dulu bos. Atau paling nggak tahun depan."

"Iya mas."

Domba dan kambing itu cekikikan lagi. Kali ini ia menertawakanku.

"Besok aku datang lagi." Kataku.

Mereka mengacungkan jempolnya padaku.
"Kami tunggu."

"Tahun depan lah." Aku berjanji untuk tidak merokok lagi.

Santiagomufc
27 Agustus 17

Kamis, 24 Agustus 2017

Bukan beruang hanya tak beruang

Beberapa orang berpakaian rapi berdiri di tepi jalan depan sebuah konter hp. Mereka memberikan selebaran pada semua pengendara yang lewat. Semuanya terkecuali Darmaji.

Kenapa?

Maka ia putar motornya. mencoba mengambil jalur yang sama, melewati konter itu lagi. Orang-orang itu pun tak memberinya kertas selebaran. Meski ia memperlambat laju motornya dan tangan kirinya sudah terulur tapi orang-orang itu seperti tak melihatnya. Ia mengulanginya beberapa kali dan hasilnya tetap sama, ia tak diberi selebaran.

Ia putar lagi. Kali ini ia berhenti.

"Berikan aku selebaran itu."

"Buat apa bung? Harga-harga pada selebaran ini hanya akan membuatmu stress. Lupakan saja."

"Eh, jamput, kau pikir aku tak mampu membelinya?"

Tanpa basa-basi orang itu akhirnya menyodorkan selebaran itu. Darmaji melihat harga-harga itu.

"Ini sebuah harga yang gila. Sampah-sampah ini nanti juga akan menjadi barang kuno dan tak lebih dari sebuah rongsokan."

"Rongsokan yang tak mampu kau beli? Sudah ku duga." Orang itu menyambar selebaran dari tangan Darmaji.

Darmaji menggeber motornya meninggalkan konter  , hatinya memaki, jamput.

...

Kemarau mencapai puncaknya ketika darmaji berhenti di sebuah warung kopi pinggir jalan. Di sana sudah banyak orang yang juga beristirahat, minum es atau secangkir kopi.

Tak lama setelah ia duduk dan segelas es blewah pun disajikan, datang seorang pengemis tua. Pengemis itu meminta pada setiap orang yang duduk di sana. Semuanya kecuali Darmaji. Si Pengemis tua melaluinya begitu saja. Seolah ia tak ada.

Hei.. ia tersinggung. Ia bangkit ingin marah tapi si pengemis sudah cukup jauh. Tak lama setelah pengemis pertama datang pengemis kedua. Seorang anak kecil menggendong boneka kumal matanya tinggal satu. Hatinya menangis melihat anak itu.

Setelah menengadahkan tangan pada beberapa orang di sana ia berhenti tepat di hadapan Darmaji. Darmaji senang bukan main akhirnya ia dihargai. tangannya merogoh saku ketika si pengemis kecil menyodorkan selembar uang padanya.

Apa-apaan ini!! Ia melempar uang itu

Ia bangkit, si pengemis kecil malah memberinya uang? Apa ia terlihat lebih miskin darinya?
Hampir saja ia mengeluarkan sumpah serapahnya. Tapi pemilik warung tiba-tiba datang dan memberinya bill.

Bill? Warung reyot dengan es rasa kaos kaki memakai bill?

"Berapa?" Tanyanya ketus

"Kuharap kalian punya kembaliannya." Gerutunya.

"Apa!! Ini harga yang gila untuk es yang bahkan bebek pun tak mau meminumnya." Teriaknya setelah ia melihat harga es yang baru saja ia habiskan.

"Jangan buat malu dirimu sendiri, tuan. Bayar atau kau ditelanjangi." Kata pemilik warung.

Jampuut ..
Ia merogoh seluruh sakunya, memeriksa isi jok motornya. Tapi Duitnya kurang. Ditelanjangi? ia masih punya harga diri. tapi kemudian ia ingat pada selembar uang dari si pengemis kecil. Uang yanh dilemparnya. Ia memungutnya kembali.

.....

Toko-toko berjejer, menawarkan barang-barang berkilau yang harganya tak murah. Untuk menebusnya setidaknya kau harus bergaji melebihi bupati.

Aku tinggal di negri apa?
Darmaji terbangun pagi kemarin dan menemukan bahwa harga-harga sudah tak masuk akal lagi. Bahkan garam bisa semahal itu.

"Kau ingin punya uang, korupsi atau merampok." Kata seorang yang ia temui di warung kemarin.

Kalau korupsi sudah terlalu mainstream. Gak keren. kalau tertangkap dan jadi berita, orang akan lebih memandang rendah dirinya. Ia akan merampok Bank.

Maka pagi ini ia memutuskan untuk merampok sebuah bank. Ia tak perlu membawa banyak senjata tajam apalagi senjata api. Cukup dengan tangan kosong. Ia jago kungfu. Semua orang tahu  itu.

Langkahnya terhenti tepat di halaman bank. Ia lupa hari ini adalah minggu dan besok tanggal 17. Bank akan libur 2 hari.

Oke ia akan membobol ATM saja. Tapi ketika Sampai di sana Orang-orang banyak mengantri.

Aku rampok saja minimarket itu. Ketika ia memasuki minimarket dan menghampiri kasir, mbak kasir malah memberinya uang.

"Hei, Aku bukan pengem..." Ia berhenti ketika melihat selembar uang yang diterimanya.

B.a.n.y.a.k  s-e-k-a-l-i.....
"Te.. terima kasih, Mbak." Ia meninggalkan minimarket Dan satu persatu mendatangi toko demi toko, warung demi warung dan rumah demi rumah.

Ia bukan Beruang,
Ia hanya tak Beruang.

..
Santiagomufc, 13 Agustus 17.