Senin, 25 September 2017

Bos

Kamu itu, seperti aroma hujan yang menyentuh tanah untuk pertama kali setelah kemarau panjang,
Kau memberi harum yang khas.

Dan hujan pagi ini mengingatkanku pada seseorang, yaitu kamu, siapa lagi? Kamu tau takkan ada yang mampu melukis senyum di wajahku selain kamu. Dan jika suatu saat nanti aku selalu dan terlalu senyum itu juga pasti karena kamu. Kau bisa buatku gila, tau gak sih?

Di luar hujan semakin menjadi petir seperti sedang sesumbar pada kemarau kemarin. Ketika ku lihat seseorang membelah deras hujan dan memunggut beberapa sampah di selokan yang mampet. Orang yang sama. Orang yang entah darimana asalnya. Ia setiap pagi, tepat jam 5 pagi datang ke sini membawa karung besar dan memungut sampah-sampah.

Tetanggaku bilang ia adalah pemulung dan aku tak percaya, ia memungut sampah yang tak pernah diinginkan siapapun bahkan pemulung.

Hujan sudah meninggalkan tempat kami 5 menit yang lalu. Hanya menyisakan aliran kecil di selokan yang tak lagi mampet dan genangan air di beberapa lubang jalan. Jam 7 dan aku harus bekerja.

Pabrik pengolahan jagung baru saja diresmikan di kampung kami. Konon pabrik itu milik seorang pengusaha lokal. Ia membeli tanah kami dengan harga yang pantas dan berjanji untuk memperkerjakan kami di sana. Kehidupan pun lebih menjadi lebih untuk kami. Tak ada lagi yang perlu pergi jauh-jauh ke luar negri atau ke luar daerah hanya untuk mendulang rupiah. Gaji kami lebih dari cukup.

Pak David, mandor kami, ia lebih mementingkan kesejahteraan anak buahnya dari pada perut dan egonya. kontras dengan mandor tempatku bekerja dulu. Aku hanya berharap ia mendapat hidayah atas perlakuannya pada kami dulu.

Pernah suatu hari aku ngobrol dengannya saat ia mentraktirku ngopi di waktu istirahat.

"Bapak, baik sekali pada kami. Terima kasih pak." Kataku suatu hari.

"Itu karena bos kita yang memberi contoh."

"Saya kok gak pernah melihat si bos ya pak? Apa ia tak pernah berkunjung ke sini?"

"Ya, beliau selalu di sini kok. Hanya saja beliau suka dipandang sebagai orang biasa. Sederhana."

"Yang mana orangnya?"

"Nanti juga kau tau, dul."

Hari-hari selanjutnya aku tenggelam dalam rasa penasaran. Siapa si bos? Apa pak david? Rasa penasaran akhirnya terjawab saat aku mengantarkan kertas laporan pak David yang tertinggal di ruang mesin, sebuah foto besar terpampang di dinding sebuah ruangan ber-AC. Ruang kerja si bos. Aku tersentak. Si bos?

....

Desember sudah hampir habis. Televisi sudah menayangkan jadwal konser menyambut tahun baru. Pagi itu hujan mengunjungi kami. Saat ku lihat lagi seorang membelah hujan  dan memungut sampah di selokan yang mampet.

Aku meloncat keluar ikut membelah hujan. Menghampiri orang itu membantunya memungut sampah-sampah yang menyumbat.

Orang itu memandangku,
"Terima kasih mas." Teriaknya untuk mengalahkan bising hujan dan aliran air di selokan.

"Tak perlu berterima kasih, bos. Naikkan saja gaji kami..." Kataku.

Ia memandangku sejenak kemudian tertawa dan menepuk pundakku.

Dan aku ikut tertawa.

Santiagomufc
23 September 17
....
Ini semua hanya fiktif kecuali di salah satu paragraf.

0 komentar:

Posting Komentar