Senin, 25 September 2017

Bos

Kamu itu, seperti aroma hujan yang menyentuh tanah untuk pertama kali setelah kemarau panjang,
Kau memberi harum yang khas.

Dan hujan pagi ini mengingatkanku pada seseorang, yaitu kamu, siapa lagi? Kamu tau takkan ada yang mampu melukis senyum di wajahku selain kamu. Dan jika suatu saat nanti aku selalu dan terlalu senyum itu juga pasti karena kamu. Kau bisa buatku gila, tau gak sih?

Di luar hujan semakin menjadi petir seperti sedang sesumbar pada kemarau kemarin. Ketika ku lihat seseorang membelah deras hujan dan memunggut beberapa sampah di selokan yang mampet. Orang yang sama. Orang yang entah darimana asalnya. Ia setiap pagi, tepat jam 5 pagi datang ke sini membawa karung besar dan memungut sampah-sampah.

Tetanggaku bilang ia adalah pemulung dan aku tak percaya, ia memungut sampah yang tak pernah diinginkan siapapun bahkan pemulung.

Hujan sudah meninggalkan tempat kami 5 menit yang lalu. Hanya menyisakan aliran kecil di selokan yang tak lagi mampet dan genangan air di beberapa lubang jalan. Jam 7 dan aku harus bekerja.

Pabrik pengolahan jagung baru saja diresmikan di kampung kami. Konon pabrik itu milik seorang pengusaha lokal. Ia membeli tanah kami dengan harga yang pantas dan berjanji untuk memperkerjakan kami di sana. Kehidupan pun lebih menjadi lebih untuk kami. Tak ada lagi yang perlu pergi jauh-jauh ke luar negri atau ke luar daerah hanya untuk mendulang rupiah. Gaji kami lebih dari cukup.

Pak David, mandor kami, ia lebih mementingkan kesejahteraan anak buahnya dari pada perut dan egonya. kontras dengan mandor tempatku bekerja dulu. Aku hanya berharap ia mendapat hidayah atas perlakuannya pada kami dulu.

Pernah suatu hari aku ngobrol dengannya saat ia mentraktirku ngopi di waktu istirahat.

"Bapak, baik sekali pada kami. Terima kasih pak." Kataku suatu hari.

"Itu karena bos kita yang memberi contoh."

"Saya kok gak pernah melihat si bos ya pak? Apa ia tak pernah berkunjung ke sini?"

"Ya, beliau selalu di sini kok. Hanya saja beliau suka dipandang sebagai orang biasa. Sederhana."

"Yang mana orangnya?"

"Nanti juga kau tau, dul."

Hari-hari selanjutnya aku tenggelam dalam rasa penasaran. Siapa si bos? Apa pak david? Rasa penasaran akhirnya terjawab saat aku mengantarkan kertas laporan pak David yang tertinggal di ruang mesin, sebuah foto besar terpampang di dinding sebuah ruangan ber-AC. Ruang kerja si bos. Aku tersentak. Si bos?

....

Desember sudah hampir habis. Televisi sudah menayangkan jadwal konser menyambut tahun baru. Pagi itu hujan mengunjungi kami. Saat ku lihat lagi seorang membelah hujan  dan memungut sampah di selokan yang mampet.

Aku meloncat keluar ikut membelah hujan. Menghampiri orang itu membantunya memungut sampah-sampah yang menyumbat.

Orang itu memandangku,
"Terima kasih mas." Teriaknya untuk mengalahkan bising hujan dan aliran air di selokan.

"Tak perlu berterima kasih, bos. Naikkan saja gaji kami..." Kataku.

Ia memandangku sejenak kemudian tertawa dan menepuk pundakku.

Dan aku ikut tertawa.

Santiagomufc
23 September 17
....
Ini semua hanya fiktif kecuali di salah satu paragraf.

Selasa, 12 September 2017

Setangkai bibir pucat dengan kelopak senyum yang indah

Pernahkah kau lelah pada hidup? kau berharap bahwa malaikat maut datang dan menjemputmu tanpa rasa sakit.
Ketika orang-orang memandikanmu mereka terkagum, kau mati dan bibirmu yang memucat meninggalkan sesungging senyum nan indah.
Betapa sempurnanya.

Darmaji, Lelaki tua itu hanya berharap ia menemukan kematian yang selalu ia harapkan sejak dulu. Bukan di atas kasur setelah berbulan-bulan sakit.
Bukan pula ketika usianya terlalu tua dan pikun sehingga ia lupa cara buang air yang benar.
Ia berharap kematian datang ketika sedang sujud dalam sholatnya atau ketika ia perang membela agamanya, negara atau keluarganya.

Lihatlah tubuhnya yang ringkih dan kulitnya yang keriput. Luka-luka bekas sayatan belati itu selalu terlihat ketika ia membuka bajunya. Di dada, bahu dan punggung. Setiap bekas luka yang ada memberikan cerita betapa maut tak pernah menginginkannya.

Ia tak tidur malam ini. Ia mengenang masa-masa itu. Tentang Luka di punggung dan bahunya yang ia dapat puluhan tahun silam. Ketika itu ia masih sangat muda. Ia ingat islam baru menjamah kampungnya. Seorang kiai yang datang dari kampung jauh dan diam-diam Mendakwahkannya. Merekrut satu persatu pemuda di sana, ia adalah salah satunya.

Orang-orang Kampung yang dulunya sering mabuk-mabukan dan berjudi perlahan berkurang. Kepala kampung yang juga pemilik warung miras akhirnya mengendus adanya praktek gelap sang kiai. Ia membayar beberapa pemuda dari kampung sebelah. Ia tak mau tau, kiai dan para pengikutnya harus mati.

Pemuda-pemuda bayaran itu menggerebek gubuk sang kiai yang ketika itu ia dan lima santrinya sedang mengaji. Supardin ada di sana. Ia masih ingat pemuda-pemuda itu ngamuk.

Mereka mengayunkan parang secara acak seperti membabat semak belukar. Salah satu santri terkapar setelah satu sabetan parang mengenai lehernya. Kiai juga tumbang disusul santri-santri lainnya. Supardin masih berdiri, ia menggengam balok kayu. Ia dikepung tapi ia siap mati. Ia memutar-mutar balok kayu itu. Pemuda-pemuda itu tertawa.

"Jagoan terakhir, hah?"

"Bunuh!"

Satu dua sabetan berhasil ia hindari hingga satu sabetan telak di punggungnya dan bahunya membuat ia terkapar.

"Habisi, Ron."

Seorang pemuda mengangkat parangnya, hendak memotong leher Darmaji tapi orang-orang datang bergerombol. Pemuda-pemuda itu berhasil kabur meninggalkan Darmaji yang sekarat dan kawan-kawan santrinya juga kiai yang sudah tak bernyawa.

Darmaji selalu mengingat kejadian itu. Betapa beruntungnya mereka. Mereka mungkin sudah bahagia di surga. Sedangkan ia harus hidup menelan sedikit demi sedikit masa tua yang pahit di dunia yang semakin amburadul ini.

Dan luka sayatan di dada itu juga sebuah kisah lama. Hampir saja ia mengenang masa-masa itu tapi adzan subuh terdengar sejuk berkumandang. Segera ia bangkit membasuh wajah, tangan kepala dan kakinya dengan wudlu.

Ia telah melewati banyak subuh subuh yang indah, tapi tak pernah ia temui subuh seperti ini. Berbeda. Dadanya berdebar, seperti seorang pemuda yang akan ijab qabul. Ia memandang langit dan bintang tak pernah seramai dan seindah ini.

Masjid hampir penuh, seperti sholat hari jumat. Tak seperti subuh biasanya yang hanya mentok dua shaf itupun berisi orang-orang lanjut usia. Tapi subuh ini anak-anak muda ikut berjamaah.

Imam membaca surat yang cukup panjang tapi kakinya tak gemetar juga tak terasa linu. Mungkin shubuh terpanjang yang pernah ia temui tapi ia tak pernah merasakan subuh sedamai hari itu.

Sepulang sholat ia melihat rumah kecilnya sudah dikerumuni puluhan bahkan ratusan orang. Ia berlari membela kerumunan dan ia terkejut melihat seorang terbaring dengan bibir pucat dengan sesungging senyum nan indah.

Itu dia.

12 09 17
Santiagomufc

Senin, 11 September 2017

Membunuh mandor 2

Mata Bagong merah api. Giginya gemeletuk. Kembali ia cengkram botol berisi towak itu. Tegukan terakhir, ia kembali mengumpat. Seisi warung hanya diam, sudah biasa. Toh, Mereka semua di sana sama-sama mabuk. Tempat bagi mereka yang kalah pada ganasnya dunia.

Tubuh Bagong semakin ringkih. Tahun berganti dan tubuhnya semakin dimakan waktu. kontras dengan julukannya si Bagong. Dulu sebelum ia bekerja di pabrik itu tubuhnya gemuk, bahkan terlalu gemuk. Tapi tuntutan kerja dan kediktatoran atasannya menggerus habis tubuhnya. Setelah apa yang dilakukannya bertahun-tahun untuk pabrik itu dan atasannya,hanya pemecatan dan hinaan yang akhirnya ia terima.

Belum puas ia habiskan umpatan-umpatan itu di warung. ia muntahkan amarahnya di medsos. Di sana ia menemukan banyak dukungan. Ratusan like dan komentar yang ikut mengumpat. Ia merasa menang, membuat hatinya sedikit lega.

Tiba-tiba satu komen yang kembali membuat ia naik darah.

"K**t*l kau gong, temui aku dan kita fight." Bunyi komentar itu. Atasannya. Atasan yang memperlakukannya seperti anjing  dan membuangnya seperti sampah.

Ia lempar hapenya pada sebuah dinding. Pecah. Ia pungut kembali kepingannya. Ia menyesal, itu hape istrinya. Bisa mampus ia nanti.

Ini semua gara-gara anjing yang memecatnya itu. Ia akar dari semua masalah yang menimpanya. Atasannya itu harus mati. Ia tau harus menemui siapa.

🎃

"Kau tau berapa harga yang harus kau bayar?". Tanya laki-laki kurus yang duduk di hadapan Bagong.

Laki-laki kurus itu terkenal dengan nama jek. Pembunuh bayaran yang tak pernah  gagal sekalipun. Di sampingnya berdiri 2 bodyguard berbadan besar.

"Untuk saat ini saya tidak ada uang yang cukup. Sementara ambil motor saya sisanya akan saya bayar setelah orang itu benar-benar telah mati." Kata Bagong.

Jek, memandang Bagong sejenak. Menghisap cerutunya dan tertawa.

"Hahaha... Temui preman jalanan, berikan motormu dan suruh mereka melakukan tugas itu. Ini bukan tempatmu, njing."

"Aku punya sepetak tanah. Bantulah saya." Bagong menyodorkan selembar foto, foto atasannya.

"Ia pantas mati. Tolonglah kita sama-sama pribumi"lanjut Bagong memelas.

"Ini mandormu?"

"I.. iya bos. Bagaimana si bos tau?"

"Dia baru saja menemuiku di sini, membayar kami dengan harga yang pantas untuk kepalamu." Ujar Jek. Ia bangkit. Menghampiri Bagong diikuti kedua bodyguardnya.

Bagong melangkah mundur. Mendekati pintu keluar.
"A..ampun.. s.. sa..saya akan membayar kalian lebih."

Salah satu bodyguard dengan cepat mengunci pintu.

bodyguard yang satunya memegang kedua tangan kurus si Bagong. Mencengkram kepalanya dan menghantamkannya ke lantai. Mereka bergantian menginjak-injak kepala si Bagong. Bagong tak berkutik. Kini ia sempurna seperti sampah terkulai bersimbah darah.

Bagong mencoba bangun di sisa kesadarannya, tapi terkapar lagi. Samar ia melihat seseorang berkulit putih melangkah dan berdiri tepat di atas kepalanya. Seseorang yang paling ia benci.

Orang itu tersenyum membuka resleting celananya. Air beraroma Pesing kemudian mengucur deras di wajah Bagong. Air itu bercecer di lantai bercampur darah segar.

"k*n**l kau gong."katanya.

Diikuti satu tendangan telak ke wajah Bagong, dunia sudah berakhir untuknya.

..

Santiagomufc,
110917

Jumat, 08 September 2017

You are yesterday

Kau adalah kemarin,
Masa yang pernah menuliskan cerita tentang aku, kau dan manisnya rasa pahit kehidupan.

Kau adalah kemarin,
Dan dia adalah hari ini,
Aku tak melupakanmu,
Hanya pura-pura tak mengingatmu.
Karena aku harus hidup
Dan hari ini adalah tempatku.

Yang ku tau soal kemarin,
Seharusnya ia tak pernah kembali.
Tapi lagu-lagu yang pernah kita dengar dan kita nyanyikan bersama membawamu kembali.

Ingatkah kau
Saat dimana kemiskinan membuat kita lapar?
Siang itu kita tertawa, aku, kau, nasi putih, garam dan lagu kesukaan kita terdengar mendayu-dayu dari radio.
Manis bukan?

Ingatkah kau pada kopi buatanmu?
Kopi yang seharusnya terasa asin jadi terasa manis karena candamu.
Hei, masihkah kau lupa bagaimana bentuk gula?

Ingatkah kau?
Saat kau muntah-muntah,
aku panik dan aku pucat,
Dan kau bilang
"Aku hamil."
Aku memelukmu dan kau muntah di dadaku.
Kita tertawa
Betapa manisnya.

Ingatkah kau?
Saat mereka memaksaku untuk memilih antara kau dan malaikat kecil kita.
Dan kau katakan,
"Jaga malaikat kecil kita"
Tapi mereka salah dan akhirnya kematian menjemput kalian berdua.
Aku tahu, Allah lebih mencintai kalian.

Jika kau tau rasanya kehilangan kau takkan pernah ingin memiliki dan mencintai siapapun. Andai bisa memilih.

Karena sendiri itu takkan pernah sesakit mencintai dan kematian merenggut mereka.

hari ini dia bertanya padaku.
Dan....
"Aku tak bisa." Jawabku

Bukan karena aku tak mencintaimu,
Tapi karena aku tak ingin kehilangan hari ini seperti aku kehilangan kemarin.

Santiagomufc
9 9 17
...

Senin, 28 Agustus 2017

Senyum termanis di dunia

Pagi yang selalu abu-abu dan pudar. Padahal langit selalu berwarna biru dan mentari membawa kabar bahwa hari ini mendung takkan menggendong hujan yang akan mengganggu rutinitas bisnis di pasar itu.

Lihat kang dol si bakul ayam, pagi-pagi ia sudah berteriak-teriak. Ia suka marah, apalagi kalau ada yang menawar ayamnya murah bisa meledak amarahnya. Tapi jika ada yang menjual ayam padanya ia menawar seharga krupuk. Ia selalu menemukan poin minus pada ayam yang ditawarkan padanya. Ia menghasilkan uang lumayan dari bisnisnya itu.

Lihat juga beberapa tukang ojek yang berwajah kusut. Sejak kehadiran becak motor pendapatan mereka berkurang drastis. Hanya satu dua penumpang yang butuh jasa mereka jika jarak tempuhnya terlalu jauh.

Lihat juga tukang-tukang parkir itu. Mereka selalu mengajarkan banyak tentang kehidupan ini.
"Seberapapun banyak motor yang mereka parkir mereka selalu rela jika motor-motor itu diambil karena sesungguhnya semua itu hanya titipan semata. Ahh...

Dan jangan lupakan tukang bakso ganteng dan berotot itu. Sejak pagi ia sudah ada di sana. Pada hari-hari biasa baksonya habis setelah nduhur. Tapi pada hari kliwon baksonya habis satu jam sebelum adzan Dzuhur berkumandang. Tukang bakso itu adalah aku.

Semua aktivitas kami yang selalu hambar itu akan berhenti selama beberapa saat ketika seorang gadis  dengan senyum termanis di dunia itu datang untuk memarkir motornya. Diana namanya, ia karyawati bank yang tak jauh dari pasar. Kami akan memandangnya hingga tubuhnya hilang di balik pintu kaca kantornya.

Kau tau kawan, aku menyukainya. Bukan sekedar suka, aku mencintainya dengan sangat.

Banyak bincang-bincang soal Diana. Pernah aku bertanya pada salah satu rekannya yang saat itu makan bakso di warungku. Perihal suami idaman Diana.

"Sholeh, pekerja keras dan bertanggung jawab." Katanya.

Wah itu aku banget, pikirku.

"Mapan dan yang jelas bukan pedagang bakso haha." Lanjutnya

-Fak- saat membayar aku memberinya harga 2 kali lipat. Kapok.

..

"Kesukaan Diana? Eh, nonton film, oh mungkin makan rujak atau mungkin baca. Ya baca, saya sering melihatnya membaca di waktu senggang. Jadi bakso hari  ini gratis kah?" Kata seorang satpam di bank suatu hari ketika aku tanya tetang kesukaan Diana. Aku berjanji memberinya 2 mangkok bakso gratis.

Dan hari itu aku mulai mencari buku-buku untuk Diana. semoga ia suka. Di daerah kami mencari buku bagus tak semudah mencari kesalahan orang lain (-aha-). Bukan karena buku itu tak ada tapi karena toko bukunya belum dibangun. Toko-toko berjejer semakin hari semakin banyak tapi tak satupun yang menjual buku. Sedih sekali. Mereka kebanyakan menjual baju, hp dan makanan.

Pada akhirnya ku temukan satu toko buku kecil. Setelah membongkar isi toko akhirnya aku menemukan sebuah buku, Men are from mars and women are from venus karya
John Gray, PH.D.

Keesokan harinya aku sudah berdiri di depan bank. Menunggunya. Hati bergetar, jantung berdentum, kaki gemetar dan tubuh kuyup oleh hujan keringat.

"Dia pasti suka bro. Jika bukumu di terima itu kode yang baik. Itu berarti dua mangkok bakso gratis." Ujar satpam, mengacungkan jempol dan menggerak-gerakkan kedua alisnya.

Aku hanya gemetar. Ia pun datang dan mungkin sebentar lagi aku pingsan.

Aku menghampirinya dan langsung saja kuberikan buku itu padanya. Sesaat ia memandangku aneh kemudian ia mengambil sesuatu dari tasnya.

Ia ulurkan tangannya dan memberiku uang. Uang?

"Bu.. bukan mbak. Ini buat mbak. Bukunya."

"Oh.." Ia membaca sampul belakangnya sejenak.

"Buku yang bagus. Makasih mas."

"Thoyib. Namaku thoyib."

"Oh makasih. makasih mas Toyep." Ia tersenyum dan berlalu. Mataku bersamanya hingga ia lenyap di balik pintu kaca.

Ia tadi tersenyum. Sebuah senyum termanis di dunia. Pagi seketika memiliki bunga dan warna.

Dan aku ingin menyanyi, dil ne ye ka ha he dil se...

Kang dol si bakul ayam, tukang ojek, tukang parkir, tukang bentor dan satpam mereka menari bersamaku. Gerakan seirama layaknya orang india..

Oh yeah..

Santiagomufc
28 Agustus 17.

....

Sabtu, 26 Agustus 2017

Aku dan kambing-kambing yang memanggilku bos

Jadi 1 Dzulhijjah jatuh pada hari apa?
Hari kurban jatuh pada hari apa?

Aku bertanya pada beberapa kawan. Ada menjawab 1 September dan banyak yang menjawab tidak tau.

Aku belum membeli kambing, kataku dan mereka tertawa.

Gajimu piro, kata mereka.
...

Kendaraan roda empat berhenti memanjang ratusan meter ke belakang. Aku ingat di depan sana sedang ada karnaval.

13 tahun mengendarai motor, mencari ruang kosong untuk meliuk-meliuk dan menerobos macet bukan hal yang sulit.

Dan aku berhenti tepat di depan sebuah Pom bensin. Bukan karena tak lagi mampu untuk menerobos macet tapi karena aku melihat beberapa domba gemuk yang tertawa cekikikan dan memintaku untuk berhenti. Mereka ngobrol di sebuah lahan yang agak luas di sisi jalan. Pemandangan khas menjelang hari raya kurban.

Mereka nampak bahagia untuk hewan yang seminggu lagi akan disembelih.

"Belilah kami bos." Ujar salah satu dari mereka, seekor domba jantan yang paling gemuk.

"Kami akan menjadi kendaraan si bos di akhirat nanti." Sahut kambing etawa, jenggotnya panjang juga telinganya.

"Di hari kiamat  kelak kami akan datang dengan membawa tanduk, bulu dan kuku kami. Kami Akan menjadi saksi di sana kelak."

Aku menggaruk pantat. Benarkah? Bagaimana mereka tau? Aku sama sekali tak tau. Aku hanya tau bahwa setiap langkah kaki orang yang akan membeli binatang kurban akan di hitung 10 kali kebaikan, dihilangkan 10 kali keburukan dan dinaikkan 10 kali derajat. Dan tawar menawar dalam membelinya akan dihitung sebagai tasbih.

Baiklah, aku mencari pemilik kambing-kambing itu karena aku ingat siang ini aku baru saja mendapatkan gaji.

"Mas, berapa kambing yang itu?" Aku menunjuk kambing yang paling mungil.

" 2,3 lah bos."

"Kurangin lah mas."

"2,1 lah, bos."

Aku merogoh saku celanaku dan aku hanya menemukan 4 lembar uang berwarna merah.

"Nabung dulu bos. Atau paling nggak tahun depan."

"Iya mas."

Domba dan kambing itu cekikikan lagi. Kali ini ia menertawakanku.

"Besok aku datang lagi." Kataku.

Mereka mengacungkan jempolnya padaku.
"Kami tunggu."

"Tahun depan lah." Aku berjanji untuk tidak merokok lagi.

Santiagomufc
27 Agustus 17

Kamis, 24 Agustus 2017

Bukan beruang hanya tak beruang

Beberapa orang berpakaian rapi berdiri di tepi jalan depan sebuah konter hp. Mereka memberikan selebaran pada semua pengendara yang lewat. Semuanya terkecuali Darmaji.

Kenapa?

Maka ia putar motornya. mencoba mengambil jalur yang sama, melewati konter itu lagi. Orang-orang itu pun tak memberinya kertas selebaran. Meski ia memperlambat laju motornya dan tangan kirinya sudah terulur tapi orang-orang itu seperti tak melihatnya. Ia mengulanginya beberapa kali dan hasilnya tetap sama, ia tak diberi selebaran.

Ia putar lagi. Kali ini ia berhenti.

"Berikan aku selebaran itu."

"Buat apa bung? Harga-harga pada selebaran ini hanya akan membuatmu stress. Lupakan saja."

"Eh, jamput, kau pikir aku tak mampu membelinya?"

Tanpa basa-basi orang itu akhirnya menyodorkan selebaran itu. Darmaji melihat harga-harga itu.

"Ini sebuah harga yang gila. Sampah-sampah ini nanti juga akan menjadi barang kuno dan tak lebih dari sebuah rongsokan."

"Rongsokan yang tak mampu kau beli? Sudah ku duga." Orang itu menyambar selebaran dari tangan Darmaji.

Darmaji menggeber motornya meninggalkan konter  , hatinya memaki, jamput.

...

Kemarau mencapai puncaknya ketika darmaji berhenti di sebuah warung kopi pinggir jalan. Di sana sudah banyak orang yang juga beristirahat, minum es atau secangkir kopi.

Tak lama setelah ia duduk dan segelas es blewah pun disajikan, datang seorang pengemis tua. Pengemis itu meminta pada setiap orang yang duduk di sana. Semuanya kecuali Darmaji. Si Pengemis tua melaluinya begitu saja. Seolah ia tak ada.

Hei.. ia tersinggung. Ia bangkit ingin marah tapi si pengemis sudah cukup jauh. Tak lama setelah pengemis pertama datang pengemis kedua. Seorang anak kecil menggendong boneka kumal matanya tinggal satu. Hatinya menangis melihat anak itu.

Setelah menengadahkan tangan pada beberapa orang di sana ia berhenti tepat di hadapan Darmaji. Darmaji senang bukan main akhirnya ia dihargai. tangannya merogoh saku ketika si pengemis kecil menyodorkan selembar uang padanya.

Apa-apaan ini!! Ia melempar uang itu

Ia bangkit, si pengemis kecil malah memberinya uang? Apa ia terlihat lebih miskin darinya?
Hampir saja ia mengeluarkan sumpah serapahnya. Tapi pemilik warung tiba-tiba datang dan memberinya bill.

Bill? Warung reyot dengan es rasa kaos kaki memakai bill?

"Berapa?" Tanyanya ketus

"Kuharap kalian punya kembaliannya." Gerutunya.

"Apa!! Ini harga yang gila untuk es yang bahkan bebek pun tak mau meminumnya." Teriaknya setelah ia melihat harga es yang baru saja ia habiskan.

"Jangan buat malu dirimu sendiri, tuan. Bayar atau kau ditelanjangi." Kata pemilik warung.

Jampuut ..
Ia merogoh seluruh sakunya, memeriksa isi jok motornya. Tapi Duitnya kurang. Ditelanjangi? ia masih punya harga diri. tapi kemudian ia ingat pada selembar uang dari si pengemis kecil. Uang yanh dilemparnya. Ia memungutnya kembali.

.....

Toko-toko berjejer, menawarkan barang-barang berkilau yang harganya tak murah. Untuk menebusnya setidaknya kau harus bergaji melebihi bupati.

Aku tinggal di negri apa?
Darmaji terbangun pagi kemarin dan menemukan bahwa harga-harga sudah tak masuk akal lagi. Bahkan garam bisa semahal itu.

"Kau ingin punya uang, korupsi atau merampok." Kata seorang yang ia temui di warung kemarin.

Kalau korupsi sudah terlalu mainstream. Gak keren. kalau tertangkap dan jadi berita, orang akan lebih memandang rendah dirinya. Ia akan merampok Bank.

Maka pagi ini ia memutuskan untuk merampok sebuah bank. Ia tak perlu membawa banyak senjata tajam apalagi senjata api. Cukup dengan tangan kosong. Ia jago kungfu. Semua orang tahu  itu.

Langkahnya terhenti tepat di halaman bank. Ia lupa hari ini adalah minggu dan besok tanggal 17. Bank akan libur 2 hari.

Oke ia akan membobol ATM saja. Tapi ketika Sampai di sana Orang-orang banyak mengantri.

Aku rampok saja minimarket itu. Ketika ia memasuki minimarket dan menghampiri kasir, mbak kasir malah memberinya uang.

"Hei, Aku bukan pengem..." Ia berhenti ketika melihat selembar uang yang diterimanya.

B.a.n.y.a.k  s-e-k-a-l-i.....
"Te.. terima kasih, Mbak." Ia meninggalkan minimarket Dan satu persatu mendatangi toko demi toko, warung demi warung dan rumah demi rumah.

Ia bukan Beruang,
Ia hanya tak Beruang.

..
Santiagomufc, 13 Agustus 17.

Memanah gerhana

Rembulan agak merah malam ini, awan-awan tipis menghalangi cahayanya. Agak menyeramkan jika dilihat.

Kemarin malam gerhana bulan terjadi sekitar jam 11 malam hingga jam 1 dini hari. Ustadz Akhyar sudah mengingatkan selepas  berjamaah sholat magrib, bahwa di masjid akan ada sholat gerhana.

Beberapa orang masih percaya bahwa gerhana terjadi karena rembulan dimakan mahluk raksasa bernama Buto. Ada sebagian yang memukul-mukul pohon. anak-anak di tarik kepalanya agar lekas tumbuh dewasa. Meski Mereka sudah diingatkan bahwa gerhana hanya peristiwa alam, itu adalah tanda kebesaran Tuhan. Tapi mereka tetap melakukannya.

Di sebuah rumah kecil tak jauh dari pemukiman kampung  seorang pria duduk di teras. Rembulan lebih terlihat jelas dari sana, bulat sempurna. Darmaji, ia memandang rembulan yang sebentar lagi akan lenyap dimakan hitam.

Ia murung, matanya merah api. Bibirnya tak pernah menemukan bentuk untuk tersenyum. Senyumnya sudah terbenam beberapa tahun silam dan tak pernah terbit kembali.

Sulastri adalah satu alasan kenapa ia harus tersenyum, menangis dan hidup. Ia bertemu dengan Sulastri di sebuah lokalisasi dekat pelabuhan kapal nelayan. Darmaji selalu berkunjung seusai pulang melaut.

Suatu hari Darmaji datang  dan mengajaknya kabur kemudian menikah di bulan berikutnya. Sang tuan naik darah, menemukan salah satu sumber uangnya lenyap.

"Cari Sulastri, jika ketemu bunuh." Perintahnya

Tapi mereka tak pernah menemukan Sulastri kembali. Ia dan Darmaji pergi jauh.

Waktu berjalan, Sulastri menjadi wanita yang lebih baik. Ia menghapus masa lalunya, mengukir kisah baru bersama lelaki sederhana yang teramat menyayanginya.

Darmaji menjadi buruh tani. Pamit setiap pagi ketika sulastri menghidangkan nasi lauk seadanya, secangkir kopi dan senyum yang selalu mawar. Darmaji membalasnya dengan menghujani kening sulastri dengan kecupan. Selalu seperti itu. Mereka bahagia.

Hingga pada suatu malam 2 orang lelaki bertubuh besar menggedor pintu rumahnya. Ketika itu Sulastri sendiri di rumah.

"Siapa?" Tanya Sulastri, ia berjinjit mendekati pintu. Kedua tangannya mengangkat sebuah balok kayu.

"Aku."

"Aku? Siapa?"

"Teman suamimu."

"Teman yang mana?"

Lelaki di balik pintu itu tak lagi menjawab. Tak lama pintu itu roboh. Sulastri berteriak tapi salah satu lelaki besar itu sigap membungkam mulutnya.

"Bunuh jo." Teriak laki-laki itu pada temannya.

Segera ia mengeluarkan pisau dari saku jaketnya. Sebelum pisau itu menghujam perutnya, Sulastri  berhasil menggigit tangan laki-laki yang membungkam mulutnya. Lelaki itu mengerang kesakitan. Sulastri kabur. Ia meloncat dari jendela, menerobos semak belukar.

Kaki sulastri berdarah. Ia menginjak pecahan kaca. Ia menahannya. lari secepat mungkin yang ia bisa. Ia ingat suaminya pamit ke rumah Peno untuk meminjam cangkul. Air matanya bercucuran. 2 laki-laki besar itu tak jauh di belakangngya.

Tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai di pemukiman desa. Ia bisa meminta pertolongan di sana dan rumah peno hanya 4 gang dari pintu masuk pemukinan. Hanya perlu melewati jembatan.

Tapi hujan tadi siang membuat jembatan  menjadi licin dan sungai deras mengalir di bawahnya. Sulastri terpelset ia jatuh ke sungai terbawa deras arus. Ia berteriak tapi arus lebih deras berteriak.

Darmaji pulang malam itu, membawa martabak kesukaan Sulastri. Ia tak menemukan istrinya di manapun. Ia melihat bulan redup oleh bayangan hitam. Gerhana bulan. Ia yakin bahwa Buto yang memakan istrinya. Ia mengambil tombak berburunya dan menghujamkan ke atas tepat ke arah gerhana. Tapi Ia tak pernah berhasil membunuh gerhana. Ia selalu melakukan hal yang sama ketika gerhana datang. Membunuhnya.

Santiagomufc.
Ditulis  kemarin selepas gerhana bulan dan baru sempat menyelesaikan pagi ini.
190817

Cerita di gudang

Ada saatnya ketika cinta menemukan sebuah titik dimana ia harus berhenti. Bukan karena cinta itu tak lagi memiliki nyala untuk terus berkisah tapi karena restu orang tua.

Kedua orang tua Nadiana tak memiliki satu alasan pun untuk menerima anak muda yang kini duduk menunduk di hadapannya itu. Edi namanya. Ia datang untuk melamar anak gadis satu-satunya.

Setelah memborbardir berbagai pertanyaan yang tak mampu dijawabnya. Pertanyaan-pertanyaan itu yang akhirnya membuat Edi tertunduk, Ayah Nadiana akhirnya memberikan sebuah syarat.

"Bangun rumah untuk mas kawinnya. Sebuah syarat mudah jika kau bersungguh-sungguh pada putriku." Kata bapak Nadiana.

"Aku menyukaimu, putriku pun mungkin sama. Cintamu mungkin bisa membuatnya bahagia tapi seberapa lama? cinta akan selalu hidup karena ada makanan untuk dimakan, ada rumah untuk berteduh dan ada uang untuk berobat. maka ku beri kau waktu setahun." Lanjutnya.

Tidak ada yang tidak mungkin. Itulah yang selalu ada di kepala Edi selepas  pulang dari rumah gadis dengan senyum indah itu. Ia bekerja lebih giat, bangun lebih pagi, sholat berjamaah lebih utama dan berdoa lebih khusyuk. Seribu candi bisa dibuat dalam semalam karena bantuan jin. Apalah artinya sebuah rumah dengan bantuan Allah. Edi selalu yakin itu.

Hingga pada suatu hari terdengar kabar bahwa ada seorang kaya yang melamar Nadiana. Teman satu kantor Nadia. Eringgo namanya.

Nadiana dan Edi sebenarnya bekerja di pabrik yang sama. Bedanya Edi hanya seorang buruh dengan gaji 'Ketikung' sedangkan Nadiana adalah staf dengan gaji lebih baik. Nadiana dipercaya untuk mencatat semua aktifitas gudang bersama rekannya yang konon sudah melamarnya itu.

Suatu siang yang terik di akhir bulan Agustus. Pabrik  mendapatkan sebuah kiriman kardus. Nadiana sudah di sana bersama dengan rekannya. Edi juga di sana ia mendapat tugas menurunkan kardus dari truk.

Konon katanya gudang itu berdiri tepat di atas bekas tanah kuburan. Kisah-kisah mistis kemudian terus-menerus menyeruak ke permukaan. Penampakan seorang wanita di atas tumpukan kardus, suara gaduh barang yang ambruk atau yang paling ngeri adalah tentang mahluk pemakan kepala manusia. Tapi semua itu hanya cerita konyol bagi gadis terpelajar seperti Nadiana tapi tidak untuk Edi. Setiap masuk gudang ia selalu membawa senjata untuk berjaga-jaga.

Maghrib menjelang dan kardus-kardus itu masih menumpuk di atas truk. Semua karyawan sudah pulang kecuali Edi, Nadiana dan Eringgo juga supir truk yang entah kemana perginya. Mungkin tertidur. Gak penting.

Suara adzan terdengar dari kejauhan ketika suara gaduh dari  pojok gudang megalahkan suara adzan. Suara itu kemudian diikuti suara mendesis, erangan dan suara derap kaki kuda yang kian dekat. Nadiana merinding, Eringgo hampir ngompol demi mendengar kisah-kisah mistis tentang gudang itu, dan Edi mengambil pisau yang sudah disiapkannya.

Suara itu seketika lenyap dan muncul lagi beberapa menit. kemudian lenyap lagi, muncul lagi begitu seterusnya.

Tiba-tiba  sebuah mahluk tinggi besar meloncat-loncat ke arah Nadiana. Kepala Mahluk itu hampir tertutupi oleh rambut api, hanya terlihat gigi-gigi runcing yang kuning. Ia meloncat hendak menerkam Nadiana tapi Edi sigap menusuk perut mahluk itu. Eringgo sudah pingsan sejak suara-suara aneh itu muncul.

Mahluk itu tak terluka malah semakin beringas. Jari-jarinya muncul sebuah cakar. Mulutnya keluar api.

Nadiana menutup mata. Menjerit sejadi-jadinya. Edi terus melakukan perlawanan. Mahluk itu menyemburkan api, gudang itu seketika terbakar.

"Diana, lari. Keluar dari gudang ini." Teriak Edi. Nadiana hanya menjerit, Menutup matanya dengan kedua telapak tangan.

Mulut mahluk itu terbuka lebar  di dalamnya api berkobar. Ia meloncat menerkam Edi. Hanya dalam hitungan detik Edi lenyap ke dalam mulut mahluk itu.

Hening sedetik kemudian. Nadiana membuka mata. Ia melihat gudang masih tertata rapi seperti sedia kala. Tidak satu pun kardus yang terbakar atau barang-barang yang berantakan. Hanya sepi. Eringgo tertidur pulas di salah tumpukan kardus.

Nadiana bangkit dari duduknya. Apa yang terjadi? Ia pulang.

Esok paginya ia bercerita tentang kejadian di gudang itu. Semua tertawa. Itu hanya dongeng, kata mereka.

Ia bercerita tentang Lenyapnya Edi.
"Edi sudah berpulang beberapa minggu yang lalu. Ia ditembak di tempat karena mencoba membobol ATM." Kata mereka.

Apa?
Bagaimana mung....kin.

Santiagomufc
24 Agustus 17
Ditulis di sedikit waktu yang kosong.

Jangan menunda kebaikan

Di luar hujan, Listrik padam beberapa menit yang lalu. Petir telah menyambar membuat pohon tua itu tumbang dan menimpa kabel listrik yang akhirnya membuat tiangnya ikut roboh.

Api mungil dari sebatang lilin bergoyang-goyang mengikuti angin yang masuk lewat lubang pintu dan jendela. Kopinya belum juga habis, ia lebih sering menulis daripada menyeruput kopinya.

Ia dengan rencana-rencana ke depan. Sistematis, kapan ia melangkah, kapan ia mencetak gol. Semua ia tulis, target-target dalam hidup yang ingin ia capai.

"Jangan pernah berfikir untuk melangkah lebih jauh lagi, jika langkah ke masjid saja selalu berat." Suara itu tiba-tiba mengisi ruang gelap itu.

Ia tahu siapa yang berbicara, sesosok bayangan dari dalam kaca lemarinya. Sosok yang lain dalam dirinya. Kata-katanya selalu menyakitkan tapi selalu benar. Ia tersinggung, ia bangkit ingin marah tapi yang dikatakannya benar. Kali ini benar. ya benar sekali.

Ia kembali terduduk, menaruh pulpennya. Ia tak ingin lagi menulis.

Kapan terakhir kali ia pergi ke masjid?

Bukan,
Kapan terakhir ia sholat?
Sudah lama sekali. Bertahun-tahun yang lalu.

Besok,
Iya, Besok saja, ia mulai sholat.

Hujan semakin menggila, kali ini bercampur badai. Pohon-pohon tumbang. Tiang listrik di depan rumahnya juga ikut tumbang menimpa atap ruangan tempat ia menulis.

Esok paginya, televisi menayangkan bencana hebat yang terjadi semalam. Memakan belasan korban jiwa. Ia adalah salah satu korban yang meninggal.

Kalau bisa sekarang kenapa harus menunda nanti?

.
Santiagomufc
7 Agust 17

Minggu, 30 Juli 2017

Yulia

Ingatkah saat pertama kali matanya membuatmu takluk, mata indahnya itu. Ada sesuatu yang memancar indah dan kau jatuh cinta.

Ingatkah? ia lebih memilihmu ketika ada banyak pemuda yang lebih baik darimu menginginkan cintanya.
Ingat? ketika si anak juragan itu datang melamarnya dan ia menolak.
Ingat ketika si pemuda ganteng pegawai bank itu juga membawa kedua orangtuanya untuk melamarmu dan ia pun menolak. Demi kamu.
Ia tau kau tak memiliki apapun, hanya cinta.

Ia percaya, kau takkan membiarkannya mati kelaparan.
Karena kau punya cinta.

Ingatkah kau? Ketika kau berada dititik paling bawah dalam hidupmu dan orang-orang mulai mencemooh.
Kau gagal
Kau gagal
Kau gagal
Ia selalu ada di sampingmu untuk menguatkan.
Ia bilang,
Ini hanya proses, bersabarlah.

Kau pasti ingat, kawan, saat malaikat kecil kalian datang ke dunia ini. Lihat matanya seindah mata ibunya.
Dan malaikat kecilmu itu telah membuka lebar pintu rejekimu.

Dan hari ini kau berada di atas, orang-orang datang untuk menyanjungmu. Iya, mereka yang dulu sering menghujanimu dengan ejekan. Seperti badai.
Kau tau, ternyata saat yang paling menyenangkan untuk diingat dan dikisahkan adalah saat-saat kau terpuruk itu.

Gadismu yang bermata indah itu telah dimakan usia, ia tak secantik dulu, sedangkan di luar sana gadis-gadis muda begitu menggoda.
Hanya saja kau adalah lelaki yang sama. Lelaki dengan cinta.
"Jika ia selalu ada di saat kau terpuruk ke bawah,
Maka ia harus selalu ada ketika kau berjaya." Katamu.

Kau tau kawan kisahmu memberikan ruang lebih luas untuk pikiranku yang selalu sempit ini. Bahwa hidup bukan hanya soal materi, tapi bagaimana berjalan dan selalu bersyukur.

Dan kau membuatku mulai percaya, kehebatan seorang laki-laki tak lepas dari kehebatan istri. Ia adalah pondasi.
..
Pilihlah pasangan hidup bukan hanya karena kecantikannya tapi karena agamanya. Sungguh kelak ia akan menjadi sandaran terakhir ketika orang-orang meninggalkanmu.

..
31 juli 2017
Santiagomufc
Di titik terendah, paling rendah.
To my beautiful angel, Yulia.
Thanks for being on my side as always.

Sabtu, 22 Juli 2017

Ridho (sebuah cerpen yang semoga bisa menjadi inspirasi)

Gadis itu berlari mengimbangi deras hujan. Memeluk erat sebuah kardus berisi snack. Semoga tak basah...
Semoga tak basah...

Ia membungkuk menjaga kardus itu dari rintik hujan yang semakin menjadi. punggungnya basah. tak apa yang terpenting snack itu tak melempem ketika sampai di tangan pelanggan.

"Kenapa lama sekali?" Pemilik toko ketus,
"Basah gak tuh?" Matanya melirik, sebuah tatapan  jahat.

Tapi gadis itu sudah terbiasa dengan si ibu hj. Pemilik toko snack itu. Silahkan ketus, silahkan ngomel, silahkan marah-marah yang penting gaji tak pernah telat.

Suatu saat semua ini akan terbayarkan. Gadis itu tersenyum. Sebuah senyum manis, ya selalu terlihat manis.

Ia datang ke toko itu pagi-pagi sekali dan pulang ketika matahari hampir pamitan. Selalu seperti itu setiap hari, jenuh? Mimpi-mimpinya selalu memberi nyala dan warna.

"Semua ini akan terbayar." Kalimat itu yang selalu ia gumamkan ketika lelah dan jenuh sampai pada puncaknya.

Ia tak bisa Melanjutkan kuliah, tak mungkin. Ibu dan kedua adiknya hanya bergantung padanya. Bapaknya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Dan kini detak kehidupan keluarganya hanya bersandar di punggungnya. Tapi ia tahu mimpi-mimpinya akan selalu hidup.

Sepulang dari toko ia biasanya membantu ibunya di dapur, menemani adik-adiknya belajar dan ia akhiri malam dengan menulis. Menulis apa saja, keluh kesahnya, ibu hj. Yang tiba-tiba menjadi sangat lembut, mungkin menang undian atau dapat umroh gratis lagi. Tentang pelanggan yang selalu rewel atau yang suka ngutang. Dan selalu tentang seorang pemuda berotot yang bernama santiago itu.

Hei, tentang pemuda itu, ia gak ganteng, gak kaya, tapi ia selalu menjadi tokoh utama dalam catatan-catatannya.

Mungkin ototnya, bukan.

Mungkin giginya yang maju itu ,ih bukan, apaan sih.

Mungkin, ia orang kaya, bukan, ia hanya penjual snack eceran  di rumahnya, ia biasanya belanja di toko ibu hj, makanya si gadis bermata teduh itu kenal dengannya.

Mungkin ia pemuda sederhana yang Sholeh, ya gadis itu menyukai kesederhanaan Santiago.

Ia menulis setiap malam, sesuatu yang ia yakin suatu hari nanti akan menjadi sebuah karya. Sebuah buku yang akan menginspirasi banyak orang. Itu mimpinya.

##

Sore itu sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Ada tamu, sepasang suami istri dan seorang pemuda yang ia kenal, Parman.

Ia mengerti maksud kedatangan mereka dan ia tau Parman adalah pria begundal kaya raya yang manja. Ia sering menggoda wanita, mabuk-mabukan dan gak punya iman, sadis sekali, tapi kenyataannya memang seperti itu, pergi ke masjid aja gak pernah.

Gadis itu menolak dengan santun, Parman dan kedua orangtuanya pulang  dengan tangan hampa, marah dan kecewa. Siapa dia? Berani menolak lamaran Parman.

"Kenapa menolak, nak? Itu satu-satunya jalan yang bisa membuat hidup kita lebih mudah."

"Bu, percayalah tak akan ada kehidupan yang lebih baik jika Allah saja ia tak kenal. Percayalah tanpa mereka hidup kita akan lebih baik, ibu sabar."

##

Hari-hari berlanjut seperti lari siput yang sedang keseleo kakinya. Rutinitas yang sama. Toko snack, ibu Hj. Yang ketus, pelanggan yang rewel dan menulis yang tiada henti.

Kabar baiknya, ia sudah mulai menulis cerpen dan mulai mengirimkan ke koran dan majalah. Beberapa cerpennya diabaikan tapi ia tak pernah menyerah. Ia terus menulis hingga pada suatu hari sebuah majalah menerbitkan cerpennya. Sebuah cerpen yang menjadi awal dari cerpen-cerpen yang lahir dari karyanya. Tulisan-tulisan yang menginspirasi.

Waktu berjalan seperti siput yang berjalan, kakinya sudah sembuh tapi ia tak mau lari. Gadis itu, tak lagi bekerja di toko snack ibu Hj. yang ketus. Ia sudah menjadi hebat, mengisi seminar-seminar kepenulisan, bahkan dua novelnya sudah di filmkan.

Kau tau siapa gadis hebat itu? Ia adalah kau,
Kau gadis yang tak pernah menyerah dengan keadaan.
Gadis dengan mimpi-mimpi besarnya.
Gadis yang tak pernah silau dengan kemilau berlian,
Gadis yang ketika keras kehidupan mencekik lehernya ia akan bergumam

Semua ini akan terbayar.

==
Santiagomufc
Betiring, 23 Juli 2017..
==

Jumat, 21 Juli 2017

Ceker Sapi

"Tapi saya gak pernah pidato di depan orang banyak pak." aku memelas

"Sudah tak apa, Maju saja. sampaikan apa yang ada dalam perutmu." bujuk pak kades

"Haduh pak, terakhir saya pidato saat saya masih duduk di taman kanak2 pak,"
"Lah itu bagus, kamu sudah punya pengalaman."

"Ahh.. Nanti kalau aku ngompol di atas panggung bagaimana, nama bapak akan tercoreng"

"Pake popok. Nanti istri saya akan bantu kamu. Ini darurat hanya kamu tukang ngarit yang sekolah tinggi atau bisa dibilang cuma kamu Sarjana yang mau ngarit, san. Jd tolong ya."

sabtu 21 maret, pagi itu momen besar untuk desa kami terkhusus bagi kepala desa. Bpk bupati kami berbaik hati memberikan seratus ekor sapi dari afrika untk peternak sapi di desa kami. Program ini akan segera menjadi gerakan nasional sebagai penanggulangan menipisnya stok daging sapi di negri ini.
Sapi jenis ini bisa mencapai berat hingga 1 ton.jadi rencananya sapi2 itu akan digemukan kemudian stiap 5 bulan skali dipanen.
Aku masih enggan untuk pidato. aku tidak bisa.

"Baiklah begini,kalau kau mau pidato besok, kau akan ku ijinkan memegang ekor sapi afrika itu, bayangkan kau akan menjadi orang desa pertama yang berhasil memegang buntut sapi afrika. Kau akan jadi legenda. Bagaimana,san?"

apa?
buntut sapi?
Suatu khormatan besar. Siapa yang bisa menolak,

"baiklah,aku setuju.dgan satu syarat.",
"apa?"
"2 buntut sapi"
"apa?, baiklah,deal"
"saat pidato di atas panggung"
"deal"

aku segera mengirim pesan untuk kawanku yg da di pesantren,aku tau ia pasti ahli berpidato.
30 menit kemudian sebuah pesan balasan

"PIDATO MASALAH OPO BUNG?"
"SAPI BUNG"
"YO BUNG, SISOK TAK KIRIMI"
"ENGKO DALU BUNG SISOK WIS DIGAWE"
"YO BUNG,TAPI PULSAKU ENTEK O"
Aku bisa menangkap maksudnya,
"YO BUNG." pulsa 10ribu segera ku transfer ke nomornya. Semenit kemudian henponku bergetar
"APIKANE AWAKMU BUNG"
"Y0 BUNG,GAWEKNO CEPET BUNG."pintaku.

##

Pagi, di hari berikutnya di lapangan sepak bola milik desa kursi2 sudah tertata rapi, panggung pun sudah tertata megah 10 sound besar pun sudah berdiri petentang pententeng. Orang-orang penting berdatangan, bpk bupati juga sudah tiba.

pak kades duduk di samping pak bupati, menatapku penuh harap dan mengacungkan jempolnya padaku. Ah, seharusnya aku pake popok.

Sejujurnya aku belum siap sama sekali, kawanku baru mengirimkan pesan lewat email tadi pagi dan langsung ku print out, jadi aku blum membaca isi pidato satu kata pun.
Acara dimulai, rentetan pidato basa basi orang-orang penting juga usai tinggal pidato yg paling penting, pidato perwakilan dari desa, itu aku.

Sesuai janji aku pidato dengan memegang 2 buntut sapi Afrika itu.
Salam pembukaan, penghormatan kepada orang-orang penting, para peternak, kemudian ucapan syukur kepada Allah SWT, dan sholawat untuk nabi muhammad Saw.

Ku baca dengan keras. Pak kades tersenyum sesekali bertepuk tangan sendiri.

Sampai pada inti pidato
"HADIRIN SEKALIAN LANGSUNG SAJA SAYA TIDAK SUKA BERBASA BASI, KARENA SAYA LEBIH SUKA MAEN PS DARIPADA BASA BASI" ku remas buntut sapi, pak kades kaget, orang-orang penting lainnya SEMUA menganga,

"KITA SEBAGAI MANUSIA YANG BERADAB HARUS MENGHARGAI BINATANG. YA SAPI, KITA HARUS MENGHARGAI SAPI MEMBERIKAN MEREKA MAKANAN YANG LAYAK, SEPERTI JAGUNG,PADI,AGAR MEREKA MAMPU BERKOKOK TIAP PAGI"
Aku mulai tertekan, semakin kuat aku meremas ekor mereka, ini ayam apa sapi,kawanku terlalu terobsesi pada ayam atau memang ia tak pernah melihat sapi.

pak kades pamit pergi ke kamar mandi, orang-orang penting masih mengangah dan menjadi sepi "krik krik krik krik"

ku lanjutkan membaca
"HADIRIN SEKALIAN SEMOGA PROGRAM INI MAMPU MEMBERIKAN KESEJAHTERAAN BAGI PARA PETERNAK SAPI. SAYA BERHARAP PADA PARA PETERNAK SUPAYA CEKER-CEKER SAPI DIBERSIHKAN SETIAP PAGI, DAN MENGAMBIL TELURNYA DENGAN HATI-HATI AGAR TIDAK PECAH" ku remas lebih kuat buntutnya, pak kades blum keluar dari kamar mandi, orang-orang penting masih menganga beberapa pingsan,jangkrik ikut diam.

Aku tak bisa lg melanjutkan pidato, ku tarik kuat-kuat dua buntut sapi itu. si sapi afrika kaget kaki-kaki belakangnya menyepak kepalaku. aku terpelanting dari atas paggung mataku gelap.
Terdengar sorakan riang, dari tempat duduk orang-orang penting dan dari kamar mandi. Aku pingsan.

..

Sebuah tulisan lama yang terbengkalai di facebook.
Di tulis pada 21 Juli 2014
Betiring.
Santiagomufc....

Kamis, 20 Juli 2017

Ayo pulang, nak

Rintik hujan menabuh atap. sesekali cahaya kilat masuk melalui celah genteng, beberapa detik kemudian disusul gemuruh petir yang meraung-raung seperti cambuk raksasa.

"Sudah musim hujan lagi?" Pekik hatinya.

setiap musim hujan tiba sendi-sendinya terasa ngilu bukan main. Lebih ngilu dari hari-hari biasa.

Entah sudah berapa musim ia lalui. hujan, kemarau, hujan dan kemarau lagi, begitu seterusnya. Dan Semua terlihat sama. Yang nampak hanya dinding putih pucat. Orang-orang tua yang bernasib sama sepertinya.

Usia dan penyakit menggerogoti habis sisa kejayaan hidupnya. Hanya menyisakan tubuh tua yang lumpuh dan terbaring di atas ranjang. Waktu yang ia lalui terasa begitu cepat seperti gambar-gambar yang berbaris samar jauh di belakangnya.

Ia masih ingat masa kecil dulu. Digendong di pundak bapaknya di pasar malam. bermanja minta naik komedi putar, membeli arumanis dan boneka beruang beraroma karamel. Bermanja-manja ketika sakit. Bapaknya sudah lama pergi dengan ibunya belasan tahun silam.

Ia ingat saat remaja. Anak-anak laki yang seumurannya rela berkelahi demi mendapatkan hatinya. Ia ingat saat pertama kali jatuh hati pada pemuda anak tukang jahit sepatu, ia sembunyi-sembunyi  bertemu di belakang balai desa. Sebuah kisah yang manis meski pada akhirnya si anak tukang jahit itu pergi le Malaysia dan menikah di sana.

Ia juga masih sangat ingat saat pertama kali produser rekaman itu menawarinya kontrak kerja. Produser yang akhirnya menjadi suaminya, suami yang sangat ia sayangi. Saat kepopulerannya dulu, wajahnya cantiknya setiap hari menghiasi layar kaca.

Ia ingat saat bahagia menanti kelahiran ketiga anaknya. Hari-hari yang luar biasa baginya. Waktu-waktu persalinan, suami tak pernah pergi dari sisinya.

Masa-masa yang telah berjalan dan rasanya manis, Hingga pada suatu hari sebuah penyakit yang membuatnya lumpuh. Biaya pengobatan yang tak murah, suaminya bangkrut, sakit-sakitan dan berpulang mendahuluinya.

Ketiga anaknya telah menikah dan sibuk dengan dunianya. Ia  Pernah dirawat dan tinggal bersama anak pertamanya tapi menantunya tak tahan. bergtengkar setiap hari karena dirinya. Ia dipindah ke rumah anak keduanya dan hal sama terjadi. Begitu pula dengan anak ketiganya. Ia akhirnya berakhir di panti jompo yang selalu terlihat pucat itu.

Benar kata mereka seorang ibu bisa merawat 7 anaknya tapi tujuh anak belum tentu bisa merawat satu ibu mereka. Ia sedih, juga rindu.

Jika ingat masa-masa yang telah tertinggal jauh di belakang, ia meneteskan air mata. Ia ingin bertemu bapak, ibu, suami dan ketiga buah hatinya itu. Mereka menjemput dan mengajaknya pulang. Ia tak betah di sini. Tapi ia masih saja terbaring di atas ranjang yang semakin lama semakin terasa seperti batu. Ia menangis tersedu.

Jika perawat melihatnya sedang menangis, ia akan menanyakan dan menghibur dengan kalimat yang sama setiap hari.

"Kenapa, bu. Jangan khawatir besok mereka akan ke sini bersama cucu ibu. Ibu makan ya, yang banyak biar kelihatan bugar saat bertemu mereka."

Dan ia hanya makan bubur yang selalu terasa asin itu. Bukan karena juru masaknya yang tak tau beda garam dan gula tapi karena air matanya selalu menetes di bubur itu. Ya, air mata yang tak pernah habis.

###

Pagi ini, ia ingin makan sebanyak-banyaknya. Tak peduli asin atau terlalu manis, yang penting ia terlihat segar ketika mereka datang menjenguknya.

Ia menunggu dan yakin keluarganya akan datang . Pagi tadi ia sudah minta dimandikan perawat. Padahal di hari-hari biasa ia paling rewel saat di mandikan. Ia ingin terlihat cantik.

Dan siang itu keluarganya pun benar-benar datang menjenguknya. Bapaknya dengan sebatang arumanis dan boneka beruang beraroma karamel itu, ibunya dengan gaun tua kesayangannya dan suaminya dengan setelan jas yang pernah ia hadiahkan dulu. Mereka tersenyum mengecup keningnya.

"Ayo pulang, tempatmu bukan di sini, sayang." Ujar bapaknya dan langsung menggendongnya di pundak. Memberinya arumanis sama seperti masa kecilnya dulu.

Dan siang itu, ia benar-benar telah berpulang.

...
. Santiagomufc
Betiring, 21juli17
Mulai Di tulis seminggu yang lalu dan baru selesai hari ini.

Kisah paling serius yang pernah ku tulis...

Selasa, 18 Juli 2017

The Ali-gator (cerpen)

Tepat 2 bulan sebelum bergantinya tahun kami mendapat seorang rekan kerja baru. Menggantikan rekan kerja lama yang resign. Seorang pria muda berambut keriting, perutnya sedikit buncit dan tak seberapa tinggi. Seorang pria muda yang 1 minggu kemudian kami tau namanya adalah Ali.

Ia tak banyak bicara. Ngobrol seperlunya, lebih banyak diam dengan pandangan kosong ketika   tak ada kerjaan. Dan bukankah aneh seorang jawa tulen menggunakan bahasa Indonesia untuk bahasa sehari-hari? Tapi Tak ada yang memikirkan itu. Ya.. mungkin saja terlalu lama merantau membuatnya lebih nyaman dengan bahasa Indonesia.

Hingga di bulan ketiga ia semakin bertingkah aneh. Gak pernah nyambung jika diajak ngomong. Kalaupun nyambung ia membutuhkan waktu beberapa detik untuk loading.

Di tempat kerja kami jika ada  anak baru yang sedikit lelet maka akan diteriaki dan terjadi pada Ali.

"Sabar Al,  sudah biasa anak-anak teriak seperti itu anggap saja musik yang kurang enak di telinga. Tapi kau harus mendengarkan karena musik itu diputar diacara pernikahan." Kataku suatu hari padanya.

Krik... Krik... Ali gak ada respon sama sekali... Mungkin suaraku yang kurang keras atau mungkin aku memakai tata bahasa yang salah.

"... Di sini kita digaji setiap seminggu sekali. Mungkin tak seberapa buat sampean tapi insya Allah cukup untuk biaya makan, Al." Lanjutku.

Ali pernah bekerja di perkapalan sebelum bekerja di sini. Perbandingan gaji di kapal dan di pabrik ini adalah seperti membandingkan siang dan malam, langit dan bumi, katty perry dan inul Daratista.

Dan...  Krik.. krik... krikk...

....

Waktu berjalan, beberapa kawan kerja telah memutuskan bahwa Ali dianggap sedikit miring. Banyak yang meniru tingkahnya. Memandang kosong, berbicara tak lancar dan loadingnya, semua orang meniru tingkahnya. Hampir semua, termasuk aku dan yang paling ekstrim adalah Pitek, ia meledek Ali dengan sangat berlebihan.

...

Suatu hari aku ngobrol dengan sahabatku, Aceh, Soal Ali. Katanya, Ali mengingatkan ia pada seorang  intel yang menyamar sebagai Seorang pemulung biasa. Ada juga seorang tentara yang pura-pura miring otaknya.

Jangan-jangan Ali adalah...

Mulai saat itu aku berhenti meniru tingkah laku Ali dan menganggap ia seorang pria dewasa yang normal. Tapi tidak dengan Pitek, ia malah menjadi. Mengolok Ali lebih ekstrim dari sebelumnya.

...

Pagi di bulan Agustus di tahun kedua Ali bekerja bersama kami. Pagi itu sudah seminggu kami tak menemukan Pitek, ia sudah absen kerja selama seminggu penuh.

Ia mungkin keluar.
Ada yang bilang ia ke Malaysia.
Ada yang bilang ia ke Sumatera
Ada yang bilang  ia ke madura dan menikah di sana.
Ada yang bilang ia jadi Astronot.
Dari simpang siur kabar tentang Pitek, aku percaya bahwa Ali telah menyingkirkannya.

Waktu kembali berjalan, Ali tetaplah Ali yang lugu penuh misteri. Pitek menghilang dan mereka tetap meledek Ali.

Siapa selanjutnya,Al?

Betiring,19juli17
Santiagomufc.

Jumat, 14 Juli 2017

Sianida (a love story)

Dewi, jika kau memandangnya seperti kau lupa pada semua hal yang terasa pahit sekalipun. Ia seperti ruang yang penuh dengan kehangatan, ruang yang memberimu jalan keluar untuk lari dari masa lalu.

Bukan karena senyumnya yang indah itu atau matanya yang seperti cahaya. tapi ada sesuatu yang membuat dia istimewa. Mungkin senyumnya yang selalu mawar? Bukan. Entahlah, yang pasti jika kau mengenalnya hatimu akan berbisik
"Aku rela hidup meski di kolong jembatan sekalipun jika Dewi yang menemani,"

"Aku rela kerja siang malam demi sekuntum senyum Dewi"

Haduh..

###

November, musim hujan seperti mengetuk pintu rumahku. Sekedar bilang ia sudah datang atau ia mohon maaf karena datang terlalu awal. Bagiku tak mengapa, selama uang masih di tangan musim apapun tetap saja sama, menyenangkan.

Di luar hujan badai mengamuk bukan main. Aku sudah di kedai kopi waktu itu, menghabiskan 6 gorengan, susu hangat dan berencana memesan mie rebus. Edi yang akan mentraktir. Ada satu hal yang ia konsultasikan, perihal cinta. Anak-anak muda itu memandangku sebagai seorang playboy. Kata mereka aku gak ganteng tak lebih ganteng dari Edi, cenderung ke jelek malah. tapi anak-anak gadis banyak yang naksir. Mereka menyangka aku punya pelet atau semacam keris kecil yang bisa membuat gadis-gadis itu kesengsem.

Edi datang 5 menit kemudian. Ia setengah basah. Tak banyak bicara ia langsung memberi foto Gadis pujaannya itu. Aku mengamati beberapa menit. Memandang foto itu, Edi, foto itu, Edi, foto itu lagi, Edi lagi, foto itu lagi dan akhirnya ku simpulkan,

"Berat, Ed."

"Apanya yang berat?"

"Sainganmu kelihatannya banyak."

"Sudah pasti. Aku harus puasa berapa lama?"

"Sebulan, saat bulan ramadhan nanti. Ayo ikut aku."

Aku tau ada seorang playboy yang lebih senior, Ibad namanya, seorang kawan lama.

###

Sungguh aku tak mengerti, laki-laki seperti Ibad bisa beristri lebih dari satu. Ia tak kaya juga tak ganteng, pendek juga. bahkan jika kami berjalan bersama orang akan menyangka bahwa Primus Yustisio berjalan dengan Ucok baba.

Kedua istrinya bisa akur serumah tanpa satupun percekcokan. Saat aku dan Edi bertemu ke rumah, kedua istrinya sedang nonton sinetron India. Akur.

Aku memberikan foto gadis itu, Ibad melihat Edi, foto itu, Edi, foto itu, Edi lagi, foto itu lagi, Edi lagi, foto itu lagi dan ia beranjak dari tempat duduknya. Mengambil sesuatu di lemari.

"Sehari 3 kali sesudah makan." Kata Ibad, ia menaruh sebotol kapsul di meja.

"Apa ini?"  Tanya Edi.

Aku membisikan sesuatu padanya dan melirik Ibad.

Ibad membuka kacing bajunya dan menyembul rambut berintik yang menutupi seluruh dadanya.

"Jantan, bung. 100 ribu saja." katanya.

###

Waktu kembali terjun bebas. 6 bulan aku tak bertemu Edi. Ia tak membeli kapsul itu dari Ibad.

Bulan ke 5 ditahun berikutnya ia menemuiku di kedai kopi yang sama. Ia nampak lesu. Aku menduga ia tak punya uang.

"Dewi akan menikah bulan depan." Katanya.

"Banyak gadis lain Ed, jangan bersedih, kalau tak ada gadis janda pun tak apa. Yang lagi ngetren perjaka menikah dengan nenek-nenek." Aku menepuk pundak Edi, menguatkan hatinya.

"Kabar baiknya, kawan, aku akan segera menikah. Aku akan berhenti jadi playboy untuk selama-lamanya." Aku menyodorkan sebuah undangan yang masih terbungkus plastik.

"Dengan siapa bung?" Ia membaca undangan itu dan beberapa detik kemudian ia memandangku dengan aneh.

"Dewi?" Ia melongo.

aku tersenyum dan mengambil sesuatu dari tas, sebuah hadiah untuknya. Sebagai pelipur lara.

"Sianida."kataku.

...

Sabtu, 15 juli 2017
Santiagomufc

Sabtu, 20 Mei 2017

Membunuh mandor.

Bagaimana membunuh tanpa membuatnya mati?

Mati gak papa... Yang penting aku jangan sampai masuk bui.

Santet?

Jangan. kalau santet itu balik menyerang aku atau anak istriku gimana?

Racun? Bisa jadi. Tapi bagaimana caranya? Aku tak mungkin memberinya makanan atau minuman. Mana dia mau.

Kepala Parman berkecamuk, penuh api,  mendidih. Ia baru saja dipecat. Tak tau sebabnya. Pagi-pagi sekali ia datang ke pabrik, mandor memanggil dan Hanya berkata singkat.
"Kamu dipecat." Itu saja. Hanya itu. Tanpa pesangon. Tanpa pesangon?

Jancook.

Parman meninju dinding kedai kopi itu yang membuat pemilik kedai marah.

"Maaf mbak yu. Saya gak sengaja tadi ada ular di dinding jadi saya memukulnya." Kata Parman.

Pemilik Kedai memajukan bibir dan membuang muka.
"Banyak utang, banyak tingkah." Gerutunya.

Kopi Parman sudah habis, diseruputan terakhir ia menemukan ide. Ia tersenyum.
Ia beranjak, mohon ijin pada pemilik kedai.
"Dicatat lagi ya mbak yu."

Pemilik kedai bibirnya semakin maju. Kali ini ia sama sekali tak melihat Parman. Udah Neg. Liat orang melarat bikin mood langsung drop.
....

Malamnya..
Parman bertamu ke rumah mandornya. Ia dan rencana jahatnya itu.

"Bangsat." Ia mendesis. Melihat rumah mandor yang semakin hari semakin megah. Sedangkan dirinya dan buruh-buruh yang lain. Kaya nggak mati menderita iya. Kepalanya semakin mendidih.

Ia datang baik-baik. Pura-pura. Ia hanya ingin membunuhnya. Tapi mandornya menyambut dengan sangat ramah tak seperti biasanya. Ia baik sekali, tutur kata yang mendamaikan.

Secangkir susu hangat dan beberapa mangkuk camilan terhidang di hadapannya.

"Silahkan pak dimakan." Kata sang mandor dengan senyum sangat ramah. Ramah. Apa dia kesurupan?

Kepala Parman tiba-tiba tak lagi mendidih sedikit lunak. Mungkin sang mandor berubah pikiran. Menyesal memecatnya dan memintanya untuk kembali bekerja esok pagi.

Ia menyeruput susunya, memakan camilan. Ia lapar, seharian ia belum makan. Tak berani pulang.

Pulang dan bilang ia dipecat? Perang dunia ke III pasti meledak.

"Ada perlu apa ya pak?" Tanya sang mandor.

"Eh, saya ingin..." Leher Parman tiba-tiba terasa kering, pahit, kemudian terasa sakit. Perutnya mual dan panas, mulutnya berbusa. Mata berkunang-kunang kemudian gelap.

Ia terjerembap ke lantai. Kejang-kejang, 5 menit kemudian Parman mati.

Sang mandor tertawa. Ada yang lebih jahat dan licik dari otak Parman. Otak si mandor.

Santiagomufc
Betiring, 21 mei 17.

Kamis, 18 Mei 2017

Leonardo da vinci

Suatu ketika leonardo da vinci hendak menyebrangi sebuah jembatan yang konon katanya sangat rapuh, tak ada seekor kambing pun yang pernah menyebrangi jembatan itu.

Oh ya, leonardo da vinci adalah nama seekor kambing, ya biar kedengaran lebih keren. Lagi pula ini kisah seekor kambing kok.

Hampir semua kambing mencegah leonardo,

"ojo leonardo, ojo mbok terusno. Bahaya, kowe arep mati po piye" teriak francesco,salah satu kambing tertua di sana

"pan kowe mati sopo sing arep ngopeni mbokmu" imbuh daniel kambing tua yang tak punya tanduk.

Leonardo da vinci tetap teguh dalam pendiriannya.

Ia menoleh ke belakang, tatapnya menyapu wajah-wajah bodoh parah kambing pengecut yang tetap bertahan di zona nyaman.

"leonardo, mbalek cung mbalek sakno mbokmu cung" cegah didier drogbo kambing hitam tetangga leonardo.

"ono suket seger ne ujung jembatan, mbok, aku pamit dungakno anakmu iki sukses" leonardo menatap tajam wajah ibunya yang berlinang air mata.

"rawe-rawe rantas malang-malang putung" teriak leonardo mantap melangkahkan kakìnya.

Kaki kanan leonardo menapaki jembatan, perlahan diikuti kaki kiri dan BRUUAKKk jembatan itu roboh leonardo jatuh terbawa arus sungai yang deras.#

#pesanMoral
Jangan pernah memberi nama leonardo da vincì pada seekor kambing, terlalu keren

...
Sebuah cerita lama. 17 mei 2015

Rabu, 17 Mei 2017

Horor gak nih?

"lu, percaya kagak. Orang mati bisa jadi hantu gentayangan?" Tanya seseorang yang enggak dikenal Biyot di suatu malam

"Enggak. Kenapa mas?" Biyot balik nanya.

"Gue udah mati 7 hari yang lalu." Kepala orang asing itu muter-muter 360 derajat.

"Anjaaay" Biyot terkagum-kagum.

Selasa, 16 Mei 2017

Kopi susu

Intro

Bagi seorang lelaki jantan menanyakan harga dari sesuatu yang ingin ia beli adalah sebuah larangan. Pamali. Haram. Itu termasuk bertanya harga dari secangkir kopi di warung.

Kebanyakan lelaki, ia pergi ke warung, memesan kopi, memakan gorengan, roti, ngobrol sama mbak penjaga warung (kalo cantik dan masih muda), kemudian bayar. Meski pada akhirnya harga secangkir kopi, secuil gorengan, atau sebungkus snack setinggi pohon mahoni, ia harus membayar dengan jantan. Tanpa protes tanpa nawar. Jika ada lelaki yang suka nawar maka patut dipertanyakan keabsahan si tukang sunatnya dulu.

....

Suatu siang di bulan sebelum Ramadhan. Di sebuah kedai kopi pinggir jalan, dekat hutan. tempatnya nyaman. Jika kau duduk di sana kau bisa melihat  3 pemandangan sekaligus. Kendaraan lalu lalang, hutan rimba dan jika kau beruntung kau bisa melihat gadis-gadis manis yang baru pulang sekolah dan jika kau lelaki  yang paling paling paliiiiing beruntung di dunia ini, kau bisa menyaksikan sepasang harimau kawin di tengah rimba. Ah sayangnya aku tak pernah seberuntung itu.

Penjaga warung itu adalah emak-emak yang sekaligus menjabat sebagai owner warung. Ia tua(sudah pasti), jika tersenyum maka kau akan melihat salah satu giginya berwarna perak dan tak lupa kalung emas sebesar rantai kapal menggantung di lehernya. Satu aturan yang harus kau pegang kawan, sebelum pergi ke sana. Jangan sekali-kali membuat lelucon lucu yang bikin ia tersenyum apalagi tertawa. i-n-g-a-t itu!!! Atau kopi akan berSIANIDA.

Aku? Lupakan tentangku sementara waktu. Ini kisah Biyot, kura-kura, ayam dan si mantan playboy, Udin.

Mereka pergi ke warung itu. Siang itu. For the first time and maybe for the last.

Biyot memesan kopi hitam, kura-kura memesan kopi susu, ayam memesan susu dan si playboy Udin memesan jahe anget (minuman wajib bagi seorang veteran playboy).

Mereka ngobrol tak tentu arah, Biyot ngobrolin emyu, ayam ngobrolin sugIono tokuda, udin ngobrolin masa kejayaan ketika menjadi playboy dulu.

Obrolan mereka tiba-tiba canggung. Si emak tiba-tiba ikut ngobrol. Lebih sering tertawa dan sering tersenyum.
Ting.. ting... Ting... Gigi perak bersinar terkena cahaya matahari siang.

Kopi berasa lumpur, jahe berasa kemiri, susu berasa santan, duduk jadi serba salah posisi. Mereka memutuskan pamit.

"Berapa mak?"Tanya si Udin. Udin janji mau nraktir ketiga kawannya itu.

Untuk menjumlah 4 cangkir minuman si emak butuh waktu 2 menit dan kalkulator.

"Hiihii... Ting!! 30 rebu mas."

Udin menggaruk pantat, mau nanya harga takut disunat lagi, mau protes dia lelaki terlebih ia mantan playboy.

Tapi tiba-tiba suasana menjadi seperti panggung dangdut. Si emak seperti elvi Sukaesih dan Udin seperti Mansyur s. Lagu kopi susu pun terlantun, mendayu-dayu.

"10 ribu untuk bayar kopinya a a a, 20 ribu untuk bayar ngobrolny.a.a.a a a".

.... Dan Sedayu lawas hujan salju.

Senin, 15 Mei 2017

Hutang Parman

Kaki-kaki telanjang berlarian menerobos semak-semak penuh duri. Tak peduli. Cahaya-cahaya senter menyibak seluruh isi hutan. Tebasan-tebasan parang menyibak semak belukar yang menghalangi mereka. Mata-mata marah itu terus mencari sosok yang paling mereka benci.

"Ia pasti tak jauh dari sini. Aku menemukan bercak darah yang masih basah"

"Lepaskan anjingnya!"

Anjing-anjing terlatih itu kemudian melesat mengejar sosok yang sudah terluka parah itu.

....℅...

Hidup semakin sulit. Harga-harga setinggi langit. Parman mulai membenci pemimpin pilihannya itu. Dulu ia bela mati-matian. Berseteru dengan sanak saudara, tetangga, kawan kental hanya karena pilihan mereka berbeda. Ia salah, saat-saat susah seperti ini yang selalu ada adalah tetangga, kerabat dan kawan kental. Bukan pemimpin yang ia bela mati-matian itu. Kemana pemimpin yang katanya jujur, sederhana dan paling peduli itu? Malah bikin Parman semakin melarat saja.

Pada akhirnya, Parman terjebak hutang pada seorang rentenir. Bunganya melebihi jumlah uang yang ia pinjam. Ia hutang 5 juta 5 bulan yang lalu untuk biaya bersalin istrinya dan kini hutangnya menjadi 10 juta. Itu sudah termasuk bunganya.

Beberapa hari terakhir beberapa orang berotot datang ke rumah Parman. Menagih hutang. Parman hanya bisa bilang, bulan depan.

"Aku bingung Nas. 2hari lagi rentenir itu akan datang lagi. Tak bisa bayar habislah aku nas." Keluhnya pada Nasto, kawan ngopinya.

"Orang-orang seperti rentenir itu seperti rayap yang menggerogoti orang-orang kepepet seperti kita, man. Ayolah ikut aku kerja."

"Kerja, apa ?"

Nasto mendekatkan mulutnya ke telinga parman.

"Maling?!" Parman setengah teriak.

"Sssttt...  Kalo kau mau nanti malam datang ke rumahku. Kita bisa mendapat 20 juta man dalam semalam."

"Dosa Nas."

"Biarlah yang nanggung dosa pemimpin kita. Dia sudah bikin hidup kita semakin susah. Sudahlah, kalau kau mau, datang ke rumah" ujar Nasto, ia beranjak kemudian membayar kopi yang mereka pesan.

"Kopimu sudah aku bayar man."

......℅.....

Satu jam melewati tengah malam, parman dan Nasto sudah berada di depan rumah haji Karjo. Rumah setinggi 3 lantai itu hanya dihuni 2 satpam dan 2 pembantu.  Haji Karjo dan istrinya tinggal di Malaysia, bisnis. ketiga anaknya tinggal jauh di luar kota, Sekolah.

"Aku sudah mengatur lama rencana ini. Tak mungkin gagal aku yakin. Tugasmu hanya satu, mengawasi di sini. Aku masuk ke dalam. Tunggu aba-aba dariku." ujar Nasto.

Parman hanya mengangguk. Dadanya berdegup kencang sekali. Dosa yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Bahkan sejak lahir ia tak pernah memikirkan malam ini.

Nasto merayap, meloncat melewati gerbang setinggi  2 meter itu. Nasto hapal betul setiap sudut ruang rumah megah itu. Toh, dia mantan satpam di sana.

Jantung Parman masih berdegup kencang sekali. Menunggu Nasto. Semoga Nasto baik-baik saja. Ia mendapatkan uang itu, membayar hutang dan bertobat, kembali menjadi orang jujur. Simple.

30 menit kemudian, Nasto mengirim kode. Lantai 3 rumah itu. Nasto menggunakan tangannya, membentuk segitiga, 4 jari, 9 jari diakhiri dengan jempol. Parman tau betul kode itu.

Nasto kemudian melempar sebuah ransel yang cukup berat. Parman lari mengendap, meliuk-liuk di kegelapan meninggalkan Nasto yang masih di dalam rumah megah itu, di lantai 3.

"Maliiing.....!!" Seruan dari rumah itu.

Parman tak sempat menengok kebelakang. Ia lari tunggang langgang, memikirkan nasib sahabat karibnya itu.

Semoga Nasto baik-baik saja. Jantungnya berdegup kencang.  Ia lari sejauh ia mampu. Di kegelapan hingga ia mencapai hutan.

Tiba-tiba sebuah balok kayu menghantam punggung Parman. Ia terjerembab ke dalam semak belukar. Bogem-bogem menghantamnya bertubi-tubi di kegelapan itu, entah berapa orang. Tak ada ampun. Kepala Parman bocor, hidung berdarah. Tapi parman bisa lepas dari keroyokan itu.

Dengan tenaga yang masih tersisa ia mencoba berlari. Kaki terseok, hampir patah, nungkin retak. Ia masih memeluk ransel. Istigfar berkali-kali. Ia mengingat senyum istrinya dan wajah mungil bayinya.

Aku harus hidup... Aku harus hidup...

Terdengar lagi pekikan tak jauh di belakangnya diikuti salak anjing. Suara-suara itu semakin dekat dan sekarang tepat di belakangnya.

"Itu dia!"

Anjing-anjing itu menerkam Parman. Mencabik-cabik tubuhnya.  Anjing-anjing itu menggila, seperti baru menangkap babi hutan. Parman mati.

"Ia sudah mati nas." Ujar salah seorang di kegelapan. Satpam rumah megah itu.

"Biarkan tubuhnya tergeletak di sini. Besok kalian laporkan polisi." Ujar Nasto. Ia memungut ransel yang masih dipeluk parman. Bersimbah darah.

"Kalian lapor pada majikan bahwa uangnya sudah dibawa kabur maling yang lain. Kita bagi rata besok." Nasto menepuk pundak dua satpam, mantan rekannya itu.

Santiagomufc ®
15 mei 17

Minggu, 14 Mei 2017

Senyummu dalam selembar banner

Senyummu dalam selembar banner.
Sebuah cerpen.

Tiba-tiba hari menjadi lambat, jarum detik menjadi menit, jarum menit menjadi jam, dan jarum jam mati suri. Aku tak ingin melangkah lagi.
.....

Pagi ini ku temukan lagi wajah dan senyummu pada sebuah banner depan sekolah. Sebuah pengumuman penerimaan siswa baru. Kau nampak tersenyum lebar, membawa setumpuk buku. 

Senyum itu,
Sebuah khas yang tak pernah dimiliki gadis lain.
Jika senyum itu diberikan padamu,
Maka kau akan menjadi akhsay kumar yang menyanyi dan menari.
Dil ne ye ka ha hai dil se..
Mohabatho ke hi hai thumse...
Dan mimpi-mimpimu akan berwarna lagi. Ooohhh yyaaaahhh.

Maka hari-hari selanjutnya motor dan hatiku selalu berhenti di sekolah itu, beberapa menit sebelum kulanjutkan perjalanan. Berharap menemukanmu lagi. Ya, kau pasti guru di sana atau mungkin TU. Iya kan?

Hari memanjat menemui bulan. Bulan meloncat mencapai tahun. nyatanya aku tak pernah menemukanmu di sana. Banner dengan senyummu sudah lama dicopot dan kini terpasang banner baru dengan model gadis lain. Aku mulai jenuh.

"Maaf pak, mau nanya. gadis yang ada di banner lama itu siapa ya?" Tanyaku pada tukang sapu yang berwajah teduh. Raut mukanya garang tapi penuh kedamaian. Aku bisa merasakannya.

"Banner yang mana ya mas?"

"Banner yang udah dicopot"

Bapak itu mencoba mengingat sesuatu.
"Oh itu guru di sini mas. Dulu. Sekarang udah enggak."

"Loh emang, sekarang ngajar dimana pak?"

"Beberapa bulan yang lalu ia mengalami kecelakaan hebat mas. Motornya dilindas truk kontainer. Ia meninggal saat itu juga."

"Me.. meninggal pak?"

Langit seketika itu gelap, gunung-gunung memuntahkan lahar panas, beberapa gunung mulai berterbangan seperti kapas dimainkan angin.

Waktu melambat. Dan aku tak berani melangkah.

Santiagomufc®
14 mei 17.

Kamis, 11 Mei 2017

Kulihat jerawat di bawah bibirmu

Kemarin, ku lihat jerawat di bawah bibirmu.
Ia merah tapi tak membuatmu berbeda.
Justru ia seperti bintang yang memberi nyala pada malam.
Seperti wangi yang memberi khas pada mawar.

Hari ini, ku lihat jerawat di bawah bibirmu.
Ia merah, tapi tak membuatmu berbeda.
Sungguh, kau selalu ayu.
Seperti ribuan cahaya memancar di wajahmu.
Yang selalu teduh itu.

Hari ini, kulihat jerawat di bawah bibirmu.
Hei, jerawat yang sama.
Adakah pemuda beruntung yang sedang kau rindu?
Walau bukan aku,
Semoga ia selalu menjagamu.
Memberi hangat pada hatimu.
Agar pipimu tak pernah basah oleh air mata.

23 maret 2017
Santiagomufc®

Istana untuk Dewi

Cerpen
Inspired by true story.

Lelaki itu, pemuda biasa, bahkan jauh di bawah standar gadis aceh sepertinya, ia seorang pemulung. Datang 2 tahun yang lalu dari tanah jawa. Entah jawa yang mana. Tidak ada yang tahu. Mereka hanya tahu ia hanya pemulung yang ekonominya selalu datar.

Dewi memandangya berkali-kali dan ia hanya menemukan satu rasa yang sama. Ia tergila-gila. Ada yang berbeda dari pemuda dekil itu. Entahlah? Mungkin rahangya yang kokoh, kulitnya yang hitam, atau senyumnya yang damai? Tidak juga, ia tak memiliki semua itu. Dewi hanya jatuh cinta, sebuah cinta tak pernah sampai jadi kata.

Hari berlalu hingga mencapai puncak di bulan ke 12 Dewi menyimpan rasa itu. Hingga pada suatu malam. Pemulung itu datang dan melamarnya. Tak mudah bagi lelaki Jawa yang berekonomi rendah meyakinkan keluarganya. Tapi bukankah cinta tak memandang tahta dan harta? Tapi mau makan apa? Entahlah Pemuda itu akhirnya menikah dengan Dewi.

Hari-hari melebur bersama bahagia mereka berdua. Meski Pemuda itu tetap seorang pemulung dan ekonomi semakin sempit.

Cibiran berhamburan dimana-mana, kenapa memilih pemuda itu, ia pernah dilamar seorang mandor pabrik.

Gadis dungu, apa yang dilihat dari pemuda kumuh itu?

Coba saja dulu ia menerima lamaran perwira itu mungkin hidupnya takkan semiskin itu.

Dewi, acuh. Apalah artinya miskin. Bersama pemuda itu ia memiliki kekayaan yang tiada duanya.

Tapi abang Dewi tak lagi mampu menahan. Ia mengusir pemuda itu. Pemuda itu akhirnya pergi dan membangun sebuah gubuk dekat hutan, kabar baiknya Dewi selalu disampingnya.

Hari kembali merambat, meski pelan tapi pada akhirnya 3 tahun berlalu tanpa sedikitpun sesal yang dirasakan Dewi. Pemuda itu tetap menjadi pemulung.

Siang di bulan mei, matahari menyengat hebat. Beberapa mobil polisi mengepung gubuk dekat hutan itu. Warga di sana berkumpul. Ingin tahu.

Suami Dewi kriminal?

Sudah ku duga.

Tapi polisi-polisi itu menjabat tangan si pemuda dekil itu.

Apa? Ada apa? Siapa pemuda itu? Hei, kenapa polisi-polisi itu menjabat tangannya.

Ia adalah intel yang ditugaskan di sini.
Apa?
I...intel katamu?

Waktu kini berlari, pemuda itu mengajak Dewi pulang ke Jakarta.

"Maaf sayang ada banyak yang ku rahasiakan darimu selama ini. Tapi kau tahu? Ada satu hal yang tak pernah menjadi rahasia, aku mencintaimu." Ujar pemuda itu.

"Ini rumahku, meski tak senyaman istana kita di sana semoga ini bisa menjadi istana kita berikutnya."
Sebuah rumah super mega berdiri angkuh di hadapan Dewi.
...
Santiagomufc
10/05/17