Kamis, 24 Agustus 2017

Cerita di gudang

Ada saatnya ketika cinta menemukan sebuah titik dimana ia harus berhenti. Bukan karena cinta itu tak lagi memiliki nyala untuk terus berkisah tapi karena restu orang tua.

Kedua orang tua Nadiana tak memiliki satu alasan pun untuk menerima anak muda yang kini duduk menunduk di hadapannya itu. Edi namanya. Ia datang untuk melamar anak gadis satu-satunya.

Setelah memborbardir berbagai pertanyaan yang tak mampu dijawabnya. Pertanyaan-pertanyaan itu yang akhirnya membuat Edi tertunduk, Ayah Nadiana akhirnya memberikan sebuah syarat.

"Bangun rumah untuk mas kawinnya. Sebuah syarat mudah jika kau bersungguh-sungguh pada putriku." Kata bapak Nadiana.

"Aku menyukaimu, putriku pun mungkin sama. Cintamu mungkin bisa membuatnya bahagia tapi seberapa lama? cinta akan selalu hidup karena ada makanan untuk dimakan, ada rumah untuk berteduh dan ada uang untuk berobat. maka ku beri kau waktu setahun." Lanjutnya.

Tidak ada yang tidak mungkin. Itulah yang selalu ada di kepala Edi selepas  pulang dari rumah gadis dengan senyum indah itu. Ia bekerja lebih giat, bangun lebih pagi, sholat berjamaah lebih utama dan berdoa lebih khusyuk. Seribu candi bisa dibuat dalam semalam karena bantuan jin. Apalah artinya sebuah rumah dengan bantuan Allah. Edi selalu yakin itu.

Hingga pada suatu hari terdengar kabar bahwa ada seorang kaya yang melamar Nadiana. Teman satu kantor Nadia. Eringgo namanya.

Nadiana dan Edi sebenarnya bekerja di pabrik yang sama. Bedanya Edi hanya seorang buruh dengan gaji 'Ketikung' sedangkan Nadiana adalah staf dengan gaji lebih baik. Nadiana dipercaya untuk mencatat semua aktifitas gudang bersama rekannya yang konon sudah melamarnya itu.

Suatu siang yang terik di akhir bulan Agustus. Pabrik  mendapatkan sebuah kiriman kardus. Nadiana sudah di sana bersama dengan rekannya. Edi juga di sana ia mendapat tugas menurunkan kardus dari truk.

Konon katanya gudang itu berdiri tepat di atas bekas tanah kuburan. Kisah-kisah mistis kemudian terus-menerus menyeruak ke permukaan. Penampakan seorang wanita di atas tumpukan kardus, suara gaduh barang yang ambruk atau yang paling ngeri adalah tentang mahluk pemakan kepala manusia. Tapi semua itu hanya cerita konyol bagi gadis terpelajar seperti Nadiana tapi tidak untuk Edi. Setiap masuk gudang ia selalu membawa senjata untuk berjaga-jaga.

Maghrib menjelang dan kardus-kardus itu masih menumpuk di atas truk. Semua karyawan sudah pulang kecuali Edi, Nadiana dan Eringgo juga supir truk yang entah kemana perginya. Mungkin tertidur. Gak penting.

Suara adzan terdengar dari kejauhan ketika suara gaduh dari  pojok gudang megalahkan suara adzan. Suara itu kemudian diikuti suara mendesis, erangan dan suara derap kaki kuda yang kian dekat. Nadiana merinding, Eringgo hampir ngompol demi mendengar kisah-kisah mistis tentang gudang itu, dan Edi mengambil pisau yang sudah disiapkannya.

Suara itu seketika lenyap dan muncul lagi beberapa menit. kemudian lenyap lagi, muncul lagi begitu seterusnya.

Tiba-tiba  sebuah mahluk tinggi besar meloncat-loncat ke arah Nadiana. Kepala Mahluk itu hampir tertutupi oleh rambut api, hanya terlihat gigi-gigi runcing yang kuning. Ia meloncat hendak menerkam Nadiana tapi Edi sigap menusuk perut mahluk itu. Eringgo sudah pingsan sejak suara-suara aneh itu muncul.

Mahluk itu tak terluka malah semakin beringas. Jari-jarinya muncul sebuah cakar. Mulutnya keluar api.

Nadiana menutup mata. Menjerit sejadi-jadinya. Edi terus melakukan perlawanan. Mahluk itu menyemburkan api, gudang itu seketika terbakar.

"Diana, lari. Keluar dari gudang ini." Teriak Edi. Nadiana hanya menjerit, Menutup matanya dengan kedua telapak tangan.

Mulut mahluk itu terbuka lebar  di dalamnya api berkobar. Ia meloncat menerkam Edi. Hanya dalam hitungan detik Edi lenyap ke dalam mulut mahluk itu.

Hening sedetik kemudian. Nadiana membuka mata. Ia melihat gudang masih tertata rapi seperti sedia kala. Tidak satu pun kardus yang terbakar atau barang-barang yang berantakan. Hanya sepi. Eringgo tertidur pulas di salah tumpukan kardus.

Nadiana bangkit dari duduknya. Apa yang terjadi? Ia pulang.

Esok paginya ia bercerita tentang kejadian di gudang itu. Semua tertawa. Itu hanya dongeng, kata mereka.

Ia bercerita tentang Lenyapnya Edi.
"Edi sudah berpulang beberapa minggu yang lalu. Ia ditembak di tempat karena mencoba membobol ATM." Kata mereka.

Apa?
Bagaimana mung....kin.

Santiagomufc
24 Agustus 17
Ditulis di sedikit waktu yang kosong.

0 komentar:

Posting Komentar