Kamis, 24 Agustus 2017

Jangan menunda kebaikan

Di luar hujan, Listrik padam beberapa menit yang lalu. Petir telah menyambar membuat pohon tua itu tumbang dan menimpa kabel listrik yang akhirnya membuat tiangnya ikut roboh.

Api mungil dari sebatang lilin bergoyang-goyang mengikuti angin yang masuk lewat lubang pintu dan jendela. Kopinya belum juga habis, ia lebih sering menulis daripada menyeruput kopinya.

Ia dengan rencana-rencana ke depan. Sistematis, kapan ia melangkah, kapan ia mencetak gol. Semua ia tulis, target-target dalam hidup yang ingin ia capai.

"Jangan pernah berfikir untuk melangkah lebih jauh lagi, jika langkah ke masjid saja selalu berat." Suara itu tiba-tiba mengisi ruang gelap itu.

Ia tahu siapa yang berbicara, sesosok bayangan dari dalam kaca lemarinya. Sosok yang lain dalam dirinya. Kata-katanya selalu menyakitkan tapi selalu benar. Ia tersinggung, ia bangkit ingin marah tapi yang dikatakannya benar. Kali ini benar. ya benar sekali.

Ia kembali terduduk, menaruh pulpennya. Ia tak ingin lagi menulis.

Kapan terakhir kali ia pergi ke masjid?

Bukan,
Kapan terakhir ia sholat?
Sudah lama sekali. Bertahun-tahun yang lalu.

Besok,
Iya, Besok saja, ia mulai sholat.

Hujan semakin menggila, kali ini bercampur badai. Pohon-pohon tumbang. Tiang listrik di depan rumahnya juga ikut tumbang menimpa atap ruangan tempat ia menulis.

Esok paginya, televisi menayangkan bencana hebat yang terjadi semalam. Memakan belasan korban jiwa. Ia adalah salah satu korban yang meninggal.

Kalau bisa sekarang kenapa harus menunda nanti?

.
Santiagomufc
7 Agust 17

0 komentar:

Posting Komentar