Senin, 28 Agustus 2017

Senyum termanis di dunia

Pagi yang selalu abu-abu dan pudar. Padahal langit selalu berwarna biru dan mentari membawa kabar bahwa hari ini mendung takkan menggendong hujan yang akan mengganggu rutinitas bisnis di pasar itu.

Lihat kang dol si bakul ayam, pagi-pagi ia sudah berteriak-teriak. Ia suka marah, apalagi kalau ada yang menawar ayamnya murah bisa meledak amarahnya. Tapi jika ada yang menjual ayam padanya ia menawar seharga krupuk. Ia selalu menemukan poin minus pada ayam yang ditawarkan padanya. Ia menghasilkan uang lumayan dari bisnisnya itu.

Lihat juga beberapa tukang ojek yang berwajah kusut. Sejak kehadiran becak motor pendapatan mereka berkurang drastis. Hanya satu dua penumpang yang butuh jasa mereka jika jarak tempuhnya terlalu jauh.

Lihat juga tukang-tukang parkir itu. Mereka selalu mengajarkan banyak tentang kehidupan ini.
"Seberapapun banyak motor yang mereka parkir mereka selalu rela jika motor-motor itu diambil karena sesungguhnya semua itu hanya titipan semata. Ahh...

Dan jangan lupakan tukang bakso ganteng dan berotot itu. Sejak pagi ia sudah ada di sana. Pada hari-hari biasa baksonya habis setelah nduhur. Tapi pada hari kliwon baksonya habis satu jam sebelum adzan Dzuhur berkumandang. Tukang bakso itu adalah aku.

Semua aktivitas kami yang selalu hambar itu akan berhenti selama beberapa saat ketika seorang gadis  dengan senyum termanis di dunia itu datang untuk memarkir motornya. Diana namanya, ia karyawati bank yang tak jauh dari pasar. Kami akan memandangnya hingga tubuhnya hilang di balik pintu kaca kantornya.

Kau tau kawan, aku menyukainya. Bukan sekedar suka, aku mencintainya dengan sangat.

Banyak bincang-bincang soal Diana. Pernah aku bertanya pada salah satu rekannya yang saat itu makan bakso di warungku. Perihal suami idaman Diana.

"Sholeh, pekerja keras dan bertanggung jawab." Katanya.

Wah itu aku banget, pikirku.

"Mapan dan yang jelas bukan pedagang bakso haha." Lanjutnya

-Fak- saat membayar aku memberinya harga 2 kali lipat. Kapok.

..

"Kesukaan Diana? Eh, nonton film, oh mungkin makan rujak atau mungkin baca. Ya baca, saya sering melihatnya membaca di waktu senggang. Jadi bakso hari  ini gratis kah?" Kata seorang satpam di bank suatu hari ketika aku tanya tetang kesukaan Diana. Aku berjanji memberinya 2 mangkok bakso gratis.

Dan hari itu aku mulai mencari buku-buku untuk Diana. semoga ia suka. Di daerah kami mencari buku bagus tak semudah mencari kesalahan orang lain (-aha-). Bukan karena buku itu tak ada tapi karena toko bukunya belum dibangun. Toko-toko berjejer semakin hari semakin banyak tapi tak satupun yang menjual buku. Sedih sekali. Mereka kebanyakan menjual baju, hp dan makanan.

Pada akhirnya ku temukan satu toko buku kecil. Setelah membongkar isi toko akhirnya aku menemukan sebuah buku, Men are from mars and women are from venus karya
John Gray, PH.D.

Keesokan harinya aku sudah berdiri di depan bank. Menunggunya. Hati bergetar, jantung berdentum, kaki gemetar dan tubuh kuyup oleh hujan keringat.

"Dia pasti suka bro. Jika bukumu di terima itu kode yang baik. Itu berarti dua mangkok bakso gratis." Ujar satpam, mengacungkan jempol dan menggerak-gerakkan kedua alisnya.

Aku hanya gemetar. Ia pun datang dan mungkin sebentar lagi aku pingsan.

Aku menghampirinya dan langsung saja kuberikan buku itu padanya. Sesaat ia memandangku aneh kemudian ia mengambil sesuatu dari tasnya.

Ia ulurkan tangannya dan memberiku uang. Uang?

"Bu.. bukan mbak. Ini buat mbak. Bukunya."

"Oh.." Ia membaca sampul belakangnya sejenak.

"Buku yang bagus. Makasih mas."

"Thoyib. Namaku thoyib."

"Oh makasih. makasih mas Toyep." Ia tersenyum dan berlalu. Mataku bersamanya hingga ia lenyap di balik pintu kaca.

Ia tadi tersenyum. Sebuah senyum termanis di dunia. Pagi seketika memiliki bunga dan warna.

Dan aku ingin menyanyi, dil ne ye ka ha he dil se...

Kang dol si bakul ayam, tukang ojek, tukang parkir, tukang bentor dan satpam mereka menari bersamaku. Gerakan seirama layaknya orang india..

Oh yeah..

Santiagomufc
28 Agustus 17.

....

0 komentar:

Posting Komentar